PAPER ETIKA DAN KEPRIBADIAN GURU

| Minggu, 19 Januari 2014
PAPER
ETIKA DAN KEPRIBADIAN GURU



PENDAHULUAN

Guru merupakan salah satu pekerjaan (profession) sebagaimana halnya dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain dalam masyarakat seperti akuntan, dokter, konseling, perniagaan dan lain-lain sebagainya. Sebagai sebuah kerja keguruan, ia tunduk kepada pelbagai syarat yang dikenakan kepada kerja-kerja yang lain seperti kode etika dan sebagainya. Kode etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli yang mengamalkan kerja tertentu seperti akuntan, dokter, konseling dan sebagainya. Nilai-Nilai yang menyertai setiap kerja itu seperti memberi pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya. Pengamalan, memang semua kerja mementingkan amalan. Sebab setiap pemegang kerja itu dipanggil pengamal (practitioner) dalam bidang tertentu seperti akuntan, dokter, konseling dan lain-lain. Tetapi sebelum sampai kepada amalan, nilai-nilai kerja itu harus dihayati (intemalized) lebih dahulu, ini yang membawa kita kepada aspek terakhir, yaitu penghayatan. Kalau ilmu seperti matematika, pengobatan dan lain-lain dipelajari, maka nilai-nilai seperti keikhlasan, kejujuran, dedikasi dan lain-lain itu dihayati.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik atau guru merupakan satu diantara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik. Untuk itu, dalam paper ini penulis akan mengkaji kembali pengertian dari profesi guru serta kompetensi yang harus dimilikinya untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki etika dan berkepribadian baik.


PEMBAHASAN

Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989). Menurut UU RI NO. 14 TAHUN 2005, menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi jika pekerjaan tersebut mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut:
1.      Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi social yang menentukan (crusial).
2.      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3.      Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.      Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematik dan eksplisit, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5.      Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6.      Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
7.      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8.      Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9.      Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
10.  Jabatan itu mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik. Filsafat pendidikan secara final juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran gratis, para guru dapat menemukan pelbagai pemecahan permasalahan pendidikan. (Tarmudji, dkk: 2011)
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP). Oleh sebab itu, perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Tugas seorang guru tidak hanya mendidik. Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam UU No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
A.    Berijazah
B.     Sehat jasmani dan rohani
C.     Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik
D.    Bertanggung jawab
E.     Disiplin
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association (NEA) (1948) menyarankan criteria berikut :
1.      Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual,
2.      Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus,
3.      Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama,
4.      Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung,
5.      Jabatan yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen,
6.      Jabatan yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri,
7.      Jabatan yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi,
8.      Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Disamping syarat-syarat tersebut, tentunya masih ada syarat-syarat lain yang harus dimiliki guru jika kita menghendaki agar tugas atau pekerjaan guru mendatangkan hasil yang lebih baik. Salah satu syarat di atas adalah guru harus berkelakuan baik, maka didalamnya terkandung segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik. Beberapa sikap dan sifat yang sangat penting bagi guru adalah sebagai berikut:
1.      Adil
2.      Percaya dan suka terhadap murid-muridnya
3.      Sabar dan rela berkorban
4.      Memiliki kewibawaan terhadap anak-anak
5.      Penggembira
6.      Bersikap baik terhadap guru-guru lain
Guru adalah tenaga profesional, Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Seorang guru harus bepacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan dirinya.
Seorang guru harus memiliki empat kompetensi, kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan pskimotorik dengan sebaik-baiknya. Menurut kamus umum bahasa indonesia (WJS. Purwadarminta), kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan. Seorang guru setidaknya harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesi, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Berikut penjelasan dari empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru:

A.      KOMPETENSI PEDAGOGIK
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
Kompetensi Pedagogik yang menjadi salah satu materi yang diujikan dalam peniliaan kinerja guru, terdiri dari 7 aspek. Berikut adalah 7 aspek Kompetensi Pedagogik yang dikutip dari Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru):
1.      Mengenal Karakteristik Peserta Didik.
Guru mampu mencatat dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya secara umum  maupun khusus untuk membantu proses pembelajaran..
2.      Menguasai Teori Belajar dan Prinsipprinsip Pembelajaran
Seorang guru harus mampu menetapkan pelbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik serata dapat meotivasi belajar siswanya secara kreatif dan efektif sesuai dengan standar kompetensi guru.
3.      Mampu Mengembangkan Kurikulum
Guru harus mampu menyusun silabus sesuai dengan tujuan terpenting kurikulum dan membuat serta menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran.
4.      Menciptakan Kegiatan Pembelajaran yang Mendidik
Guru mampu menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap.

5.      Mengembangkan Potensi Peserta Didik
Guru dapat menganalisis potensi yang dimiliki oleh peserta didiknya  dan mengidentifikasi dalam pengembangan potensi peserta didik melalui program pembelajaran.
6.      Melakukan Komunikasi dengan Peserta Didik
Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif.
7.      Menilai dan Mengevaluasi Pembelajaran
Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan secara adil.

B.       KOMPETENSI PROFESIONAL
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Dalam hal ini kompetensi professional sangat di butuhkan dalam proses pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan biasa tercapai secara maksimal. kompetensi prosesional sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional. Seorang guru harus memiliki aspek – aspek kompetensi profesional yaitu sebagai berikut:
1.      Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu,
2.      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi kasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu,
3.      Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif,
4.      Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan suatu tindakan reflektif, dan
5.      Manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui pelbagai cara dan strategi. Masyarakat umumnya memandang bahwa begitu strategiknya peran guru yang ikut andil dalam mencerdaskan masyarakat dengan pelbagai istilah guru sebagai digugu dan ditiru.


C.      KOMPETENSI KEPRIBADIAN
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan prilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nila-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung pelaksanaan tugas guru.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Sangat di butuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Kompetensi kepribadian memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa pada umumnya. Setiap guru di tuntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau mejadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dan yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualias pribadi peserta didik.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian. Aspek-aspek kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu:
1.      Mantap dan stabil yang memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku, dan bangga sebagai guru.
2.      Dewasa, yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3.      Arif dan bijaksana, yaitu perilaku yang menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak, menampilkan tindakan yang didasarkan  pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat.
4.      Berwibawa, yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik.
5.      Memiliki akhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma religious, jujur, ikhlas, dan suka menolong.

D.      KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi sosial seorang guru berarti  kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi, kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Dalam UU No.14 Tahun 2005, salah satu kewajiban dari seorang pendidik adalah memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan.
    Dapat diartikan bahwa kompetensi sosial guru mengandung arti sebagai sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam penjabaran standar nasional pendidikan pasal 28, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Pelbagai pandangan dan pengalaman hidup menunjukkan bahwa keberhasilan hidup manusia banyak ditentukan kemampuan mengelola diri dan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain, salah satu kualitas hidup seseorang yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin hubungan dengan orang lain adalah kompetensi yang dimilikinya, karena kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan sesama, suka menolong, dermawan, empati.
Menurut Adam (1983) menyimpulkan tiga komponen yang memungkinkan seseorang membangun dan menjalani hubungan yang positif dengan teman sebaya, yaitu: a) pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu (pengetahuan sosial), b) kemampuan untuk berempati dengan orang lain (empati), dan c) percaya pada kekuatan diri sendiri (locus of control).
Sedangkan La Fontana dan Cillesen (2002) menuliskan bahwa kompetensi sosial dapat dilihat sebagai perilaku prososial, altruistik, dan dapat bekerja sama. Anak-anak yang sangat disukai dan yang dinilai berkompetensi sosial oleh orang tua dan guru-guru pada umumnya mampu mengatasi kemarahan dengan baik, mampu merespon secara langsung, melakukan cara-cara yang dapat meminimalisasi konflik yang lebih jauh dan mampu mempertahankan hubungannya (Fabes dan Eisenberg dalam Papalia dkk, 2002).
Sementara itu Rydell dkk. (1997) menuliskan bahwa berdasarkan hasil pelbagai penelitian sejauh ini, kompetensi sosial merupakan fenomena unidemensional. Hal-hal yang paling disepakati oleh para ahli psikologi sebagai aspek kompetensi sosial anak adalah perilaku prososial atau prosocial orientation (suka menolong, dermawan, empati) dan initiative taking versus social withdrawal dalam kontek interaksi sosial atau disebut juga sebagai social initiative (Waters dkk dalam Rydell, 1997). Aspek prosocial orientation terdiri dari kedermawanan (generosity), empati (empaty), memahami orang lain (understanding of others), penanganan konflik, (conflict handling), dan suka menolong (helpfulpness). Aspek Sosial Initiative terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi interaksi sosial dan Withdrawal behavior dalam situasi tertentu (Rydell dkk, 1997).
Dalam masyarakat anak dipandang berkompeten secara sosial jika perilaku mereka lebih bertanggung jawab, mandiri atau tidak bergantung, mampu bekerjasama, perilakunya bertujuan, dan bukan yang serampangan, serta mempunyai kontrol diri atau tidak impulsif sedangkan anak tidak kompeten jika perilakunya yang seenaknya, tidak ramah, oposan. (Baumrind dalam Pertiwi, 1999). Selanjutnya Braumind (Garmezy dkk., 1997) mengemukakan bahwa kompetensi sosial terdiri dari mood positif yang menetap, harga diri, physical fitnes, tanggung jawab sosial yang mencakup kemampuan untuk berinteraksi dengan orang dewasa, perilaku menolong terhadap teman sebaya, dan kematangan moral, cognitif agency yang mencakup kognisi sosial, orientasi terhadap prestasi, internal locus of control yang mencakup sikap egaliterian terhadap orang dewasa, sikap kepemimpinan terhadap teman sebaya, perilaku yang berorientasi pada tujuan dan gigih. Sementara itu White (1997) mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda bahwa aspek kompetensi sosial yaitu memperlihatkan sosial, simpati, penghargaan, tolong-menolong dan cinta. Kompetensi emosi yang terdiri atas aspek ekspresi emosi, pengetahuan emosi, dan regulasi emosi juga memberikan kontribusi pada kompetensi sosial (Denham dkk, 2003).

Telah dijelaskan diatas keempat kompetensi yang harus dimiliki guru. Guru merupakan suatu pekerjaan profesional, yang memerlukan suatu keahlian khusus. Keahlian khusus itu pula yang membedakan profesi guru dengan profesi yang lainnya. Dimana “perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi yang lainnya terletak dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan-kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru” (Saud, 2009 : 44).
Pada dasarnya pendidikan guru itu bukan berlangsung 3 atau 5 tahun saja, melainkan berlangsung seumur hidup (life long teacher education). Pendidikan yang 3 atau 5 tahun itu adalah pendidikan yang wajib dialami oleh seorang calon guru secara formal. Sedangkan pendidikan sesudah ia bekerja dalam bidang pengajaran, seperti : belajar sendiri, mengikuti penataran, mengadakan penelitian, mengarang buku, aktif dalam organisasi profesi, turut memikul tanggung jawab dalam masyarakat, menonton film, mendengarkan radio, televisi, dan lain-lain. Semua kegiatan itu sangat berharga untuk mengembangkan pengalaman, pengetahuan, keterampilan guru sehingga kemampuan profesionalnya semakin berkembang (Hamalik, 2003: 123).
Guru sering dituding sebagai biang keladi rendahnya kualitas pendidikan; Rendahnya kualitas pendidikan nampak dalam hal:
1.      kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal, 
2.      kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa,
3.      rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di tingkat dasar.
Hal ini disebabkan adanya keberagaman atau rendahnya kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan pengusaan pengetahuan, belum adanya alat ukur yang akurat dan standar untuk mengethaui kemampuan guru, pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan kesejahteraan guru yang belum memadai. Salah satu solusinya adalah pengembangan profesionalitas guru.
Peningkatan kompetensi keguruan, semakin dibutuhkan mengingat terjadinya perkembangan dalam pemerintahan, dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemberlakukan sistem otonomi daerah itu, juga diikuti oleh perubahan sistem pengelolaan pendidikan dengan menganut pola desentralisasi. “Pengelolaan pendidikan secara terdesenralisasi akan semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui kompetensi yang dimilikinya” (Saud, 2009 : 99).
Dalam upaya mengembangkan profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau model. Pengembangan tenaga kependidikan (guru) “dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training” (Mulyasa, 2004 : 154). Model pengembangan guru ini, dapat diperjelas melalui kutipan berikut:
Pada lembaga pendidikan, cara yang populer untuk pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service training) baik dalam rangka penyegaran (refreshing) maupun peningkatan kemampuan (up-grading). Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti : on the job training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan sebagainya. Pengembangan profesiolnal dan kompetensi guru, bisa juga dilakukan melalui cara informal lainnya, seperti “melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah” (Saud, 2009: 103-104).
Penjaminan mutu dalam dunia pendidikan, memang harus ditingkatkan mengingat mutu pendidikan di indonesia pada khusuusnya jauh dari apa yang diharapkan. Kita juga mengakui bahwa sekolah-sekolah baik dari tingkat menengah maupun tingkat atas tentang kondisi sarana prasarana dan proses pembelajaran masih kurang memuaskan, sehingga penjaminan mutu pendidikan merupakan program yang utama bahkan amata sangat penting bagi menteri pedidikan dan tentunya bagi pemerintah.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi nomor 16 Tahun 2009, Penilaian Kinerja Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Hasil  PK GURU  diharapkan  dapat  bermanfaat  untuk menentukan  pelbagai  kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu  dan  kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam menciptakan  insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi.  PK GURU merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK GURU merupakan pedoman  untuk mengetahui unsur-unsur kinerja yang  dinilai  dan merupakan  sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan  individu  dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya.
Penilaian mempunyai banyak manfaat karena dapat dipergunakan sebagai alat dalam pengambilan keputusan. Adapun secara terperinci manfaat penilain kinerja adalah sebagai berikut:
1.      Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
2.      Perbaikan kinerja
3.      Kebutuhan latihan dan pengembangan
4.      Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja
5.      Untuk kepentingan penelitian kepegawaian
6.      Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai
Penjaminan mutuu pendidikan (Quality Assurance) adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu peneglolaan secra konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan.Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan sistematis yang pentimg umtuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot,1993) dalam Saputa H. Sistem penjaminan mutu. Sedangkan, menurut (Gryjna , 1988) dalam Saputra H. sistem penjaminan mutu, dalam ( pp no. 19/ 2005 pasal 49) Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk memberikan bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat berfungsi dengan baik  dalam. Penjaminan mutu secara internal oleh satuan penididikan adalah  pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang dikdasmen menerapkan menejemen berbasis sekolah: kemendirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Dalam PP no. 19/2005 pasal 65 Satuan Pendidikan mengembangkan visi dan misi dan evaluasi kinerja masing-masing. Sedangkan dalam PP no. 19/2005 pasal 91,  Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan.
Sekolah perlu membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari pelbagai unsur stakeholders yaitu, kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua, dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.
Fungsi LPMP dan PPPPTK terkait dengan pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain :
1.      Berperan dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui pelbagai kegiatan dengan bekerjasama dengan KKG atau MGMP
2.      Membuat jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG atau MGMP di daerah masing-masing.
3.      Pembuatan jaringan dapat dimulai dengan pendapatan profil dan pemetaan KKG atau MGMP, membuat perencanaan pengembangan jaringan kerja yang menghubungkan antara KKG atau MGMP dan LPMP dan PPPPTK
4.      Dapat mendorong para vocal point (wakil aktif) tiap-tiap KKG atau MGMP untuk selalu saling berinteraksi melalui pelbagai media baik e-mail, sms, telefon , pertemuan langsung dll. Semakin intensif interaksi antar mereka semakin cepat perkembangan KKG atau MGMP dan juga perkembangan LPTK dan PPPPTK.
5.      Kegiatan-kegiatan real perlu dilakukan secara regulerbaik diselenggarakan oleh KKG atau MGMP ataupun diselenggarakan oleh LPMP atau PPPPTK.
Disamping itu, LPMP atau PPPPTK juga mempunyai peran dalam pengembangan dalam profesionalisme guru berkelanjutan sebagai berikut :
1.      Pendataan dan mapping profil guru dan KKG atau MGMP
2.      Pembuatan usulan program untuk pengaktifan KKG atau MGMP bersama KKG atau MGMP yang ada.
3.      Sebagai penjaga kualitas (quality assurance) bagi profesionalitas guru
4.      Bersama KKG atau MGMP memberikan rekomnendasi perkembangaan KKG atau MGMP kepada PMPTK.
Penilaian kinerja guru selain dipaparkan diatas yaitu adanya pelaksanaan sertifikasi guru, Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara pelbagai unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi agar pesan Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan.
Berdasarkan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 42 dan 61, UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 8, dan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 29, guru pada jenis dan jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D IV sesuai dengan bidang tugasnya, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sertifikasi guru merupakan proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru serta menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Bentuk peningkatan kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai negeri sipil (swasta). Tujuan dilakukannya sertifikasi sebagai peniliaian kinerja guru adalah sebagai berikut:
1.      Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Melalui sertifikasi maka akan dilakukan seleksi terhadap guru manakah yang berkelayakan untuk mengajar dan mendidik dan manakah yang tidak. Sertifikasi dalam konteks ini sebagai suatu mekanisme terhadap seleksi guru-guru unggul yang diharapkan dapat menunaikan tugas sebagai guru profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.      Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dan menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru juga menjadi salah satu aset penting yang menjadi penentu kualitas pendidikan secara nasional sehingga melalui sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan.
3.      Sertifikasi untuk meningkatkan martabat guru. Melalui sertifikasi, wibawa dan martabat guru sebagai seorang profesional dapat dijaga bahkan ditingkatkan. Selama ini, guru dipandang sebagai pekerjaan massal yang dapat dimasuki oleh siapa saja dari pelbagai latar belakang. Karena itu ada kecenderungan publik melihat guru secara berat sebelah dan profesi yang disandangnya dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang lumrah. Sertifikasi justru untuk menjamin dan memastikan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan yang berwibawa dan guru melalui pengalaman pendidikan dan pelatihan relatif lama dapat memberikan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja-pekerja pengajaran yang amatir.
4.      Sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme guru. Untuk memastikan apakah guru sudah benar-benar kompeten dan profesional, maka perlu dilakukan uji kompetensi sebagai seorang profesional melalui sertifikasi. Sertifikasi tidak berlaku seumur hidup sehingga sertifikasi dan resertifikasi dapat menjadi salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa guru penyandang sertifikat masih tetap profesional dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Sertifikasi dapat menjadi sebuah bentuk post quality control yakni pengendalian mutu terhadap output yang dilakukan sebelum output itu digunakan dalam masyarakat.
Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi guru dipaparkan dalam syarat sertifikasi guru yang terbaru yaitu pada tahun 2013 sebagai berikut:
PERSYARATAN UMUM:
1.      Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik dan masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kecuali guru Pendidikan Agama. Sertifikasi bagi guru Pendidikan Agama dan semua guru yang mengajar di madrasah diselenggarakan oleh Kementerian Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari Kementerian Agama (Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/ 2007, Nomor 4823/F/SE/2007 Tahun 2007).
2.      Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan.
3.      Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan:
4.      Diangkat menjadi pengawas satuan pendidikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), dan
5.      Memiliki usia setinggi-tingginya 50 tahun pada saat diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan.
6.      Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila:
7.      Pada 1 Januari 2013 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, atau
8.      Mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a (dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat).
9.      Sudah menjadi guru pada suatu satuan pendidikan (PNS atau bukan PNS) pada saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan tanggal 30 Desember 2005.
10.  Guru bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap minimal 2 tahun secara terus menerus dari penyelenggara pendidikan (guru tetap yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari Bupati/Walikota.
11.  Pada tanggal 1 Januari 2014 belum memasuki usia 60 tahun.
12.  Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter. Jika peserta diketahui sakit pada saat dating untuk mengikuti PLPG yang menyebabkan tidak mampu mengikuti PLPG, maka LPTK BERHAK melakukan pemeriksaan ulang terhadap kesehatan peserta tersebut. Jika hasil pemeriksanaan kesehatan menyatakan peserta tidak sehat, LPTK berhak menunda atau membatalkan keikutsertaannya dalam PLPG.
13.  Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK)

PERSYARATAN KHUSUS:
1.      Secara langsung (PSPL)
2.      Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.
3.      Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.
Sertifikasi guru ada dua jalur yaitu sertifikasi guru prajabatan dan sertifikasi guru dalam jabatan. Guru prajabatan adalah lulusan S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau non LPTK yang berminat dan ingin menjadi guru, dimana mereka belum mengajar pada satuan pendidik baik diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat. Guru dalam jabatan adalah guru PNS maupun non PNS yang sudah mengajar pada satuan pendidik baik yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat dan sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Sertifikasi guru prajabatan dilaksanakan melalui pendidikan profesi di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sedangkan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru.
Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai lulus atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru dan diakhiri dengan ujian. Ujian tersebut mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.
Setelah dipaparkan konsep dasar profesi, empat kompetensi yang harus dimiliki guru, pengembangan kompetensi dan profesi guru, serta penilaian kinerja guru, maka penulis kembali pada konsep dasar etika yang membentuk guru yang beretika dan berkepribadian.
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”.
Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin  etika  adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values. Secara bahasa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.
Etika menurut pelbagai literatur sama juga dengan akhlak, moral, serta budi pekerti, dimana akhlak berarti perbuatan manusia (bahasa arab), moral berasal dari kata “mores” yang berarti perbuatan manusia, sedangkan budi adalah berasal dari dalam jiwa, ketika menjadi perbuatan yang berupa manifestasi dari dalam jiwa menjadi pekerti (bahasa sanskerta).
Jadi kata etika, moral, akhlak, serta budi pekerti secara bahasa adalah sama, yaitu perbuatan atau tingkah laku manusia. Dimana objek etika itu sendiri adalah perbuatan manusia sehingga menjadi pembahasan yang sampai saat ini terus diperbincangkan.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Landasan suatu etika dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Nilai
Yaitu keyakinan atau perilaku yang terus dimiliki seseorang dan dipilih secara bebas mengenai kemaknaan seseorang, benda, ide atau tindakan.
2.      Moral
Moralitas mengacu pada standar personal individu mengenai apa yang benar dan apa yang salah dalam tingkah laku, karakter dan sikap. Etik biasanya mengacu pada standar moral kelompok atau profesi tertentu. Prinsip moral, antara lain :
3.      Etiket
Yaitu dikenal sebagai adat yg merup sesuatu yg dikenal, diketahui,diulang, serta m’jadi  suatu kebiasaan  di dalam suatu masyarakat, baik berupa kata kata atau suatu bentuk perbuatan yg nyata.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia :
1.      Etika deskriptif,  yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan pelbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
3.      Metaetika
“Meta” berasal dari bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis. Pada metaetika mempersoalkan bahasa normatife apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika.

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Dalam hal ini, guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik.
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru merupakan figur yang dijadikan teladan, tokoh identifikasi diri, bahkan apa yang dikatakan oleh guru masuk kedalam hatinya melebihi apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Di sekolah, guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaran pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam menyiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukan guru. Meskipun banyak dilema, faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja guru dipandang perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas faktor yang lebih berperan dan urgen yang mempengaruhi kinerja guru.
Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Dalam menunaikan tugasnya sebagai seorang guru, kode etik merupakan salah satu elemen penting yang mampu menopang kinerja guru sehingga terjadi transformasi diri yang optimal menuju pribadi yang profesional. Guru merupakan salah satu pekerjaan profesi, sebagaimana halnya seperti kerja – kerja yang lain dalam masyarakat seperti Akuntan, Dokter, Psikolog, dan masih banyak lainnya. Sebagai sebuah kerja keguruan, maka ia harus tunduk kepada syarat dan aturan yang dikenakan dalam profesi yang lain seperti kode etik, kode  etik adalah kumpulan asas atau nilai moral yang telah disepakati oleh para ahli - ahli yang mengamalkan profesi tertentu seperti akuntan, dokter, konseling dan sebagainya.
Seperti yang kita sudah ketahui sebelumnya jika pekerjaan guru telah menjadi sebuah profesi seperti profesi-profesi lainnya. Sehingga profesi guru haruslah memiliki kode etik tersendiri. Menurut kongres PGRI ke XIII, ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku.
Sedangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 43 dikemukakan sebagai berikut :
a)      Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik
b)      Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Secara harfiah, “kode etik” berarti sumber etik. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak.Istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia. Term etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, atau pun akhlaq. Etik juga  artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Jadi “kode etik guru” diartikan sebagai aturan tata-susila keguruan. Juga berarti aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) melibatkan dari segi usaha. Maksud dari kode etik guru di sini adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antar guru dengan lembaga pendidikan (sekolah); guru dengan sesama guru; guru dengan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya. Sebagai sebuah jabatan pekerjaan, profesi guru memerlukan kode etik khusus untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut.
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain :
1.      Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
3.      Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.      Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari Sembilan item berikut:
a)      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan tersebut yaitu guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didiknya seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental, agar nantinya bisa menjadi generasi pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan segala perbuatannya berlandaskan pada sila-sila Pancasila.
b)      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Maksudnya dari rumusan ini yaitu guru harus mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap anak didik. Dan juga guru harus mampu menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak didiknya. Apabila guru melakukan pengajaran di SD maka kurikulum yang digunakan juga kurikulum untuk SD begitupun untuk tingkat-tingkat selanjutnya. Apabila ini dilanggar ini berarti guru sudah melanggar kejujuran profesional.
c)      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Maksudnya yaitu guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didiknya. Hal ini penting agar guru mendapatkan informasi secara lengkap mengenai karakteristik setiap anak didiknya. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses pembelajaran yang optimal.
Kemudian yang harus diingat oleh guru adalah dalam mengadakan komunikasi. Hubungan yang harmonis dengan anak didik itu tidak boleh disalahgunakan. Dengan sifat ramah, kasih sayang dan saling terbuka dapat diperoleh informasi mengenai diri anak didik secara lengkap. Ini semata-mata demi kepentingan belajar anak didik, tidak boleh untuk kepentingan guru, apalagi untuk maksud-maksud pribadi guru itu sendiri.
d)      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Maksudnya yaitu guru mampu menciptakan suasana sekolah yang nyaman sehingga anak itu bisa belajar dengan optimal. Usaha menciptakan suasana kehidupan sekolah sebagaimana dimaksud diatas, akan menyangkut dua hal. Pertama,yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dikelas secara langsung. Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas yakni meliputi sekolah secara keseluruhan. Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai deengan anak didik. Dengan demikian, memang dituntut adanya keterlibatan semua pihak di dalam lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e)      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua siswa dan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Maksudnya yaitu sesuai dengan Tri pusat pendidikan, masyarakat juga ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat disekitar sekolah, bagi guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapatkan masukan pengalaman serta memahami pelbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu.
Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan sumber belajar yang lebih mengena demi kelancaran proses pembelajaran. Sebagai contoh guru yang sedang menerangkan sesuatu pelajaran, kemudian untuk memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan beberapa perkembanganyang terjadi di masyarakat sekitar.Di samping itu jika sekolah mengadakan pelbagai kegiatan, sangat memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar. Selanjutnya jika dilihat dari masyarakat secara luas, hubungan baik guru dengan masyarakat luas itu akan mengembangkan pengetahuan guru tentang persepsi kemasyarakatan yang lebih luas. Misalnya tentang budaya masyarakat dan bagaimana masyarakat  sebagai pemakai lulusan.
Selanjutnya dalam mengusahakan keberhasilan proses pembelajaran itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan orang tua murid. Melalui hal ini diharapkan dapat mengetahui keadaan anak didiknya dan bagaimana kegiatan belajarnya di rumah. Juga untuk mengetahui beberapa hal tentang anak didik melalui orang tuanya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan kegiatan belajar-mengajar yang lebih baik. Hubungan baik antara guru dengan orang tua murid merupakan faktor yang tidak dapat ditinggalkan, karena keberhasilan belajar anak didik tidak dapat dipisahkan dengan bagaimana keadaan dan usaha orang tua murid. Apalagi kalau ada kaitannya dengan tugas dan kewajiban guru sebagai pendidik, dalam upaya membina kepribadian anak didik, maka andil orang tua sangat menentukan.
f)        Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Maksudnya yaitu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan mutu profesinya, baik dilaksanakan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat penting, karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru ditengah-tengah masyarakat.
g)      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
Maksudnya yaitu kerja sama dan pembinaan hubungan antar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan usaha yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama antar guru di suatu lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagai langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara kelompok. Guru juga perlu membina hubungan dengan sesama guru secara keseluruhan, termasuk guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu daerah berbeda dengan perkembangan daerah lain.
h)      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
Maksudnya yaitu guru sebagai tenaga profesional kependidikan, juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia wadah atau organisasi profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan dan sarana pengabdiannya organisasi itu harus tetap dipelihara, dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakannya. Sebab dengan peningkatan mutu organisasi berarti akan mampu merencanakan dan melaksanakan program yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
i)        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Maksudnya yaitu guru adalah bagian warga negara  dan warga masyarakat yang merupakan aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) atau aparat pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pengelola bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang merupakan policy (aturan), agar pelaksanaan dapat terarah.
Guru sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksanaan langsung kurikulum dan proses pembelajaran, harus memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai bagaimana menangani persoalan-persoalan pendidikan. Dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu, diharapkan proses pendidikan berjalan lancar sehingga bisa menopang pelaksanaan pembangunan bangsa secara integral.
Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum.Oleh karena itu guru sebagai pelaksana yang paling operasional harus memahami secara cermat dan kritis serta mengembangkannya secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy (aturan) pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Dengan memahami Sembilan butir kode etik guru seperti diuraikan di atas, diharapkan guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak didik, berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan mereka sendiri. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar akan berjalan degan baik, sehingga hasilnya optimal.
Pada dasarnya guru adalah tenaga profesional di bidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian pancasila. Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru. Sehubungan dengan itu guru sebagai tenaga professional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhidar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap professional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi). Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang kepada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat bagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati bersama tersebut. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betuk-betuk professional selalu dituntut adanya kejujuran professional. Sebab kalau tidak ia akan kehilangan pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup diluar lingkup keguruan.
Sebagaimana dari pemaparan diatas, sebagian besar kode etik belumlah terlaksana. Secara umum Yang menjadi kendala dalam masalah ini bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.
Secara khusus kendala-kendala dalam pelaksanaan kode etik dijelaskan sebagai berikut:
a)      Karena kurangnya kesadaran guru-guru kita akan Kedudukannya sebagai warga negara yang memiliki keteladanan disertai wawasan nusantara dan ketahanan nasional yang tangguh, jiwa patriotisme, kesetiakawanan sosial serta berdisiplin dan jujur.
b)      Kurangnya kesadaran guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, dan sebagian guru memilih profesi sebagai seorang guru bukan karena panggilan jiwa dan hati nurani mereka sehingga dalam mengajar juga akan asal-asalan.
c)      Kesadaran untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan mereka masih sangat kurang, adapun yang berniat untuk memperbaikinya biasanya tekendala lagi dengan masalah biaya, waktu dan tenaga.
d)     Kurangnya perhatian khusus dari pemerintah maupun instansi terkait untuk menyediakan sarana prasarana bagi guru yang ingin mengembangkan wawasan dan pengetahuannya.
e)      Kebanyakan guru kondisi ekonominya dibawah rata-rata sehingga harus mencari pekerjaan lain atau sampingan untuk memenuhi tuntutan ekonomi tersebut.
f)       Biasanya guru hanya ikut seminar dan melanjutkan pendidikannya bukan lantaran ingin menambah wawasan dan pengetahuannya melainkan semata-mata karena tuntutan agar bisa lulus sertifikasi.
g)      Kurangnya sosialisasi dan implementasi kode etik guru indonesia untuk seluruh guru, tenaga kependidikan, masyarakat terkait, pemerintah , dan lembaga/instansi terkait. Sehingga guru tidak memahami bagaimana cara mengaplikasikan kode etik tersebut dalam kehidupan –sehari-hari.
h)      Tidak adanya sangsi yang tegas bagi guru yang melanggar kode etik.
i)        Penjabaran kode etik belum terlalu jelas, baik bagi guru itu sendiri maupun bagi masyarakat sehingga guru maupun masyarakat tidak tahu kapan dan bagaimana ia melanggar kode etik yang telah ditetapkan.
Dengan adanya permasalahan mengenai pengembangan pengetahuan guru maka kesadaran tenaga kependidikan yang bersangkutan, pemerintah, masyarakat, dan instansi/lembaga terkaitlah yang dituntut untuk menyediakan semua yang dibutuhkan oleh guru untuk menunjang pengembangan pengetahuannya. Agar kode etik guru bisa berfungsi sebagaimana mestinya maka solusinya yaitu :
a)      Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
b)      Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
c)      Pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di setiap sekolah agar para guru bisa menerapkan kurikulum pendidikan dengan baik.
d)     Pemerintah memfasilitasi guru yang ingin menambah wawasannya agar banyak guru-guru yang bisa mengajar materi pelajaran dengan baik.
e)      Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi gaji dan tunjangan para guru agar guru tidak lagi sibuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya.
f)       Menambah kesadaran guru akan pentingnya tanggung jawabnya akan profesinya sehingga guru-guru tidak mengajar secara asal-asalan.



KESIMPULAN

Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.



Sumber Bacaan dan Referensi:
Tarmudji, T., dkk. 2011. Etika dan Kepribadian Guru Ekonomi. Semarang: UNNES PRESS
http://kawuwungdaniel.blogspot.com/2012/08/beberapa-konsep-dasar-etika-profesi.html
http://kholidsibagariang.blogspot.com/2012/07/etika-profesi-keguruan.html
http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru-profesional/
http://annisaauliya.wordpress.com/2013/03/21/pengertian-dan-manfaat-penilaian-kinerja-guru/
http://www.adelia.web.id/kode-etik-guru-di-indonesia/

Serta sumber-sumber bacaan dan referensi lainnya.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲