PAPER
ETIKA DAN
KEPRIBADIAN GURU
PENDAHULUAN
Guru merupakan salah satu pekerjaan
(profession) sebagaimana halnya dengan pekerjaan-pekerjaan
yang lain dalam masyarakat seperti akuntan, dokter, konseling, perniagaan dan
lain-lain sebagainya. Sebagai sebuah kerja keguruan, ia tunduk kepada pelbagai
syarat yang dikenakan kepada kerja-kerja yang lain seperti kode etika dan
sebagainya. Kode etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh
ahli-ahli yang mengamalkan kerja tertentu seperti akuntan, dokter, konseling dan
sebagainya. Nilai-Nilai yang menyertai setiap kerja itu seperti memberi pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan
dan sebagainya. Pengamalan, memang semua kerja mementingkan amalan. Sebab
setiap pemegang kerja itu dipanggil pengamal (practitioner) dalam bidang tertentu seperti akuntan, dokter,
konseling dan lain-lain. Tetapi sebelum sampai kepada amalan, nilai-nilai kerja
itu harus dihayati (intemalized)
lebih dahulu, ini yang membawa kita kepada aspek terakhir, yaitu penghayatan. Kalau
ilmu seperti matematika, pengobatan dan lain-lain dipelajari, maka nilai-nilai
seperti keikhlasan, kejujuran, dedikasi dan lain-lain itu dihayati.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi
seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas
dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat
dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik
atau guru merupakan satu diantara sekian banyak unsur pembentuk utama calon
anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu
masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru
itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan
besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji
guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua
kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke
sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah
beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa
besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian
peserta didik.
Untuk itu, dalam paper ini penulis akan mengkaji kembali pengertian dari profesi
guru serta kompetensi yang harus dimilikinya untuk menjadi seorang pendidik
yang memiliki etika dan berkepribadian baik.
PEMBAHASAN
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak
semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya. Pada dasarnya profesi guru adalah profesi
yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan
semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena
jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya
menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan
tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989). Menurut UU RI NO. 14
TAHUN 2005, menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi
jika pekerjaan tersebut mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut:
1.
Suatu
jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi social yang menentukan (crusial).
2.
Jabatan
yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
3.
Keterampilan/keahlian
yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan
teori dan metode ilmiah.
4.
Jabatan
itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematik dan
eksplisit, bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5.
Jabatan
itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
6.
Proses
pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
professional itu sendiri.
7.
Dalam
memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi itu berpegang teguh pada
kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8.
Tiap
anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap
permasalahan profesi yang dihadapinya.
9.
Dalam
praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur
tangan orang lain.
10. Jabatan itu mempunyai prestise yang
tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Filsafat pendidikan terdiri
dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan
kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik
mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan
mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia
pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik. Filsafat pendidikan
secara final juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran.
Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran gratis, para guru dapat
menemukan pelbagai pemecahan permasalahan pendidikan. (Tarmudji, dkk: 2011)
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh
adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga
pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang
profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang
menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun
kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan
profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang
menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi
profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk
meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi
satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula
organisasi guru sejenis (MGMP). Oleh sebab itu, perlu adanya pembahasan lebih
lanjut mengenai hal ini sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Tugas seorang guru tidak hanya mendidik.
Maka, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat
menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam UU
No. 12 Tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah
untuk seluruh Indonesia. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
A.
Berijazah
B.
Sehat
jasmani dan rohani
C.
Takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik
D.
Bertanggung
jawab
E.
Disiplin
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya
juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association (NEA) (1948) menyarankan criteria
berikut :
1.
Jabatan
yang Melibatkan Kegiatan Intelektual,
2.
Jabatan
yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus,
3.
Jabatan
yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama,
4.
Jabatan
yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung,
5.
Jabatan
yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen,
6.
Jabatan
yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri,
7.
Jabatan
yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi,
8.
Jabatan
yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Disamping syarat-syarat tersebut,
tentunya masih ada syarat-syarat lain yang harus dimiliki guru jika kita menghendaki
agar tugas atau pekerjaan guru mendatangkan hasil yang lebih baik. Salah satu
syarat di atas adalah guru harus berkelakuan baik, maka didalamnya terkandung
segala sikap, watak dan sifat-sifat yang baik. Beberapa sikap dan sifat yang
sangat penting bagi guru adalah sebagai berikut:
1.
Adil
2.
Percaya
dan suka terhadap murid-muridnya
3.
Sabar
dan rela berkorban
4.
Memiliki
kewibawaan terhadap anak-anak
5.
Penggembira
6.
Bersikap
baik terhadap guru-guru lain
Guru adalah tenaga profesional,
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan tugas
dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang
profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang
memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga
pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Seorang guru harus bepacu dalam
pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik,
agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini harus
kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan dirinya.
Seorang guru harus memiliki empat
kompetensi, kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif dan pskimotorik
dengan sebaik-baiknya. Menurut kamus umum bahasa indonesia (WJS.
Purwadarminta), kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau
memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau
kecakapan. Seorang guru setidaknya harus memiliki empat kompetensi yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi profesi, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi sosial. Berikut penjelasan dari empat kompetensi yang harus dimiliki
seorang guru:
A. KOMPETENSI PEDAGOGIK
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi
pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau
mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
Kompetensi Pedagogik yang menjadi salah satu materi yang
diujikan dalam peniliaan kinerja guru, terdiri dari 7 aspek. Berikut adalah 7
aspek Kompetensi Pedagogik yang dikutip dari Pedoman Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Guru (PK Guru):
1.
Mengenal Karakteristik Peserta Didik.
Guru mampu mencatat dan menggunakan informasi tentang
karakteristik peserta didik terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial,
emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya secara umum maupun khusus untuk membantu proses
pembelajaran..
2.
Menguasai Teori Belajar dan Prinsip‐prinsip Pembelajaran
Seorang guru harus mampu menetapkan pelbagai pendekatan,
strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik serata dapat meotivasi
belajar siswanya secara kreatif dan efektif sesuai dengan standar kompetensi
guru.
3.
Mampu Mengembangkan Kurikulum
Guru harus mampu menyusun silabus sesuai dengan tujuan
terpenting kurikulum dan membuat serta menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan
lingkungan pembelajaran.
4.
Menciptakan Kegiatan Pembelajaran yang Mendidik
Guru mampu menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran
yang mendidik secara lengkap.
5.
Mengembangkan Potensi Peserta Didik
Guru dapat menganalisis potensi yang dimiliki oleh
peserta didiknya dan mengidentifikasi
dalam pengembangan potensi peserta didik melalui program pembelajaran.
6.
Melakukan Komunikasi dengan Peserta Didik
Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan
santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif.
7.
Menilai dan Mengevaluasi Pembelajaran
Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan secara adil.
B. KOMPETENSI PROFESIONAL
Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat
dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Dalam hal ini kompetensi professional
sangat di butuhkan dalam proses pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan
pendidikan biasa tercapai secara maksimal. kompetensi prosesional sendiri dapat
diartikan sebagai kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Untuk itu profesionalisme guru
dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan
terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk
mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional. Seorang
guru harus memiliki aspek – aspek kompetensi profesional yaitu sebagai berikut:
1.
Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu,
2.
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi kasar mata pelajaran atau
bidang pengembangan yang diampu,
3.
Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif,
4.
Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan suatu
tindakan reflektif, dan
5.
Manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
Seorang guru yang memiliki
profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya
terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui pelbagai cara
dan strategi. Masyarakat umumnya memandang bahwa begitu strategiknya peran guru
yang ikut andil dalam mencerdaskan masyarakat dengan pelbagai istilah guru
sebagai digugu dan ditiru.
C. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan
dengan prilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nila-nilai
luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Kompetensi kepribadian
merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan
segala karakteristik yang mendukung pelaksanaan tugas guru.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru
juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik, termasuk mencontoh
pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Sangat di butuhkan oleh peserta
didik dalam proses pembentukan pribadinya. Kompetensi kepribadian memiliki
peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia serta mensejahterakan
masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa pada umumnya. Setiap guru di tuntut
untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan
melandasi atau mejadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dan yang
paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang
pembentukan kompetensi dan perbaikan kualias pribadi peserta didik.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian.
Aspek-aspek kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu:
1.
Mantap dan stabil yang memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma
hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku, dan bangga sebagai guru.
2.
Dewasa, yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik
dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3.
Arif dan bijaksana, yaitu perilaku yang menunjukkan keterbukaan dalam
berpikir dan bertindak, menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan
masyarakat.
4.
Berwibawa, yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif
terhadap peserta didik.
5.
Memiliki akhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh
peserta didik, bertindak sesuai norma religious, jujur, ikhlas, dan suka
menolong.
D. KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi sosial seorang guru berarti kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas
sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Lebih dalam lagi, kemampuan sosial
ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Dalam UU No.14
Tahun 2005, salah satu kewajiban dari seorang pendidik adalah memberi teladan
dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini
berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di
sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara
guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri
yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang
diemban guru adalah misi kemanusiaan.
Dapat diartikan
bahwa kompetensi sosial guru mengandung arti sebagai sejumlah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam penjabaran standar nasional pendidikan pasal 28,
kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Oleh
karena itu guru harus dapat berkomunikasi dengan baik secara lisan, tulisan,
dan isyarat; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi; bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Pelbagai pandangan dan pengalaman hidup menunjukkan bahwa
keberhasilan hidup manusia banyak ditentukan kemampuan mengelola diri dan
kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain, salah satu kualitas hidup
seseorang yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain adalah kompetensi yang dimilikinya, karena kompetensi sosial
berkaitan dengan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan sesama, suka
menolong, dermawan, empati.
Menurut Adam (1983) menyimpulkan tiga komponen yang
memungkinkan seseorang membangun dan menjalani hubungan yang positif dengan
teman sebaya, yaitu: a) pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk
situasi sosial tertentu (pengetahuan sosial), b) kemampuan untuk berempati
dengan orang lain (empati), dan c) percaya pada kekuatan diri sendiri (locus of control).
Sedangkan La Fontana dan Cillesen (2002) menuliskan bahwa
kompetensi sosial dapat dilihat sebagai perilaku prososial, altruistik, dan
dapat bekerja sama. Anak-anak yang sangat disukai dan yang dinilai berkompetensi
sosial oleh orang tua dan guru-guru pada umumnya mampu mengatasi kemarahan
dengan baik, mampu merespon secara langsung, melakukan cara-cara yang dapat
meminimalisasi konflik yang lebih jauh dan mampu mempertahankan hubungannya
(Fabes dan Eisenberg dalam Papalia dkk, 2002).
Sementara itu Rydell dkk. (1997) menuliskan bahwa
berdasarkan hasil pelbagai penelitian sejauh ini, kompetensi sosial merupakan
fenomena unidemensional. Hal-hal yang paling disepakati oleh para ahli
psikologi sebagai aspek kompetensi sosial anak adalah perilaku prososial atau prosocial orientation (suka menolong,
dermawan, empati) dan initiative taking
versus social withdrawal dalam kontek interaksi sosial atau disebut juga
sebagai social initiative (Waters dkk
dalam Rydell, 1997). Aspek prosocial
orientation terdiri dari kedermawanan (generosity),
empati (empaty), memahami orang lain
(understanding of others), penanganan
konflik, (conflict handling), dan
suka menolong (helpfulpness). Aspek
Sosial Initiative terdiri dari aktif
untuk melakukan inisiatif dalam situasi interaksi sosial dan Withdrawal behavior dalam situasi
tertentu (Rydell dkk, 1997).
Dalam masyarakat anak dipandang berkompeten secara sosial
jika perilaku mereka lebih bertanggung jawab, mandiri atau tidak bergantung,
mampu bekerjasama, perilakunya bertujuan, dan bukan yang serampangan, serta
mempunyai kontrol diri atau tidak impulsif sedangkan anak tidak kompeten jika
perilakunya yang seenaknya, tidak ramah, oposan. (Baumrind dalam Pertiwi,
1999). Selanjutnya Braumind (Garmezy dkk., 1997) mengemukakan bahwa kompetensi
sosial terdiri dari mood positif yang menetap, harga diri, physical fitnes,
tanggung jawab sosial yang mencakup kemampuan untuk berinteraksi dengan orang
dewasa, perilaku menolong terhadap teman sebaya, dan kematangan moral, cognitif
agency yang mencakup kognisi sosial, orientasi terhadap prestasi, internal locus
of control yang mencakup sikap egaliterian terhadap orang dewasa, sikap
kepemimpinan terhadap teman sebaya, perilaku yang berorientasi pada tujuan dan
gigih. Sementara itu White (1997) mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda
bahwa aspek kompetensi sosial yaitu memperlihatkan sosial, simpati,
penghargaan, tolong-menolong dan cinta. Kompetensi emosi yang terdiri atas
aspek ekspresi emosi, pengetahuan emosi, dan regulasi emosi juga memberikan
kontribusi pada kompetensi sosial (Denham dkk, 2003).
Telah dijelaskan diatas keempat
kompetensi yang harus dimiliki guru. Guru merupakan suatu pekerjaan
profesional, yang memerlukan suatu keahlian khusus. Keahlian khusus itu pula
yang membedakan profesi guru dengan profesi yang lainnya. Dimana “perbedaan
pokok antara profesi guru dengan profesi yang lainnya terletak dalam tugas dan
tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan
kemampuan-kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan
dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru” (Saud, 2009 : 44).
Pada dasarnya pendidikan guru
itu bukan berlangsung 3 atau 5 tahun saja, melainkan berlangsung seumur hidup (life long teacher education).
Pendidikan yang 3 atau 5 tahun itu adalah pendidikan yang wajib dialami oleh
seorang calon guru secara formal. Sedangkan pendidikan sesudah ia bekerja dalam
bidang pengajaran, seperti : belajar sendiri, mengikuti penataran, mengadakan
penelitian, mengarang buku, aktif dalam organisasi profesi, turut memikul
tanggung jawab dalam masyarakat, menonton film, mendengarkan radio, televisi,
dan lain-lain. Semua kegiatan itu sangat berharga untuk mengembangkan
pengalaman, pengetahuan, keterampilan guru sehingga kemampuan profesionalnya semakin
berkembang (Hamalik, 2003: 123).
Guru sering dituding sebagai
biang keladi rendahnya kualitas pendidikan; Rendahnya kualitas pendidikan
nampak dalam hal:
1.
kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak
maksimal,
2.
kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan
kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa,
3.
rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung siswa terutama di
tingkat dasar.
Hal ini disebabkan adanya
keberagaman atau rendahnya kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan
pengusaan pengetahuan, belum adanya alat ukur yang akurat dan standar untuk
mengethaui kemampuan guru, pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan
kebutuhan, dan kesejahteraan guru yang belum memadai. Salah satu solusinya
adalah pengembangan profesionalitas guru.
Peningkatan kompetensi
keguruan, semakin dibutuhkan mengingat terjadinya perkembangan dalam
pemerintahan, dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemberlakukan
sistem otonomi daerah itu, juga diikuti oleh perubahan sistem pengelolaan
pendidikan dengan menganut pola desentralisasi. “Pengelolaan pendidikan secara
terdesenralisasi akan semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan
karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan keinginan dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui kompetensi yang
dimilikinya” (Saud, 2009 : 99).
Dalam upaya mengembangkan
profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau
model. Pengembangan tenaga kependidikan (guru) “dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training” (Mulyasa, 2004 :
154). Model pengembangan guru ini, dapat diperjelas melalui kutipan berikut:
Pada lembaga pendidikan, cara
yang populer untuk pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan
melakukan penataran (in service training)
baik dalam rangka penyegaran (refreshing)
maupun peningkatan kemampuan (up-grading).
Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti
: on the job training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat,
simposium, konferensi, dan sebagainya. Pengembangan profesiolnal dan kompetensi
guru, bisa juga dilakukan melalui cara informal lainnya, seperti “melalui media
massa televisi, radio, koran, dan majalah” (Saud, 2009: 103-104).
Penjaminan mutu dalam dunia
pendidikan, memang harus ditingkatkan mengingat mutu pendidikan di indonesia
pada khusuusnya jauh dari apa yang diharapkan. Kita juga mengakui bahwa
sekolah-sekolah baik dari tingkat menengah maupun tingkat atas tentang kondisi
sarana prasarana dan proses pembelajaran masih kurang memuaskan, sehingga
penjaminan mutu pendidikan merupakan program yang utama bahkan amata sangat
penting bagi menteri pedidikan dan tentunya bagi pemerintah.
Menurut Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi nomor 16 Tahun
2009, Penilaian Kinerja Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas
utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru
dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai
kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Hasil PK GURU
diharapkan dapat bermanfaat
untuk menentukan pelbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan
mutu dan
kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan dalam
menciptakan insan yang cerdas,
komprehensif, dan berdaya saing tinggi.
PK GURU merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan
pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru, PK GURU merupakan pedoman untuk mengetahui unsur-unsur kinerja
yang dinilai dan merupakan
sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu
dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya.
Penilaian mempunyai banyak
manfaat karena dapat dipergunakan sebagai alat dalam pengambilan keputusan.
Adapun secara terperinci manfaat penilain kinerja adalah sebagai berikut:
1.
Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
2.
Perbaikan kinerja
3.
Kebutuhan latihan dan pengembangan
4.
Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja
5.
Untuk kepentingan penelitian kepegawaian
6.
Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai
Penjaminan mutuu pendidikan
(Quality Assurance) adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu
peneglolaan secra konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan.Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan
sistematis yang pentimg umtuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk
memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot,1993) dalam Saputa H. Sistem
penjaminan mutu. Sedangkan, menurut (Gryjna , 1988) dalam Saputra H. sistem
penjaminan mutu, dalam ( pp no. 19/ 2005 pasal 49) Penjaminan kualitas
merupakan kegiatan untuk memberikan bukti untuk membangun kepercayaan bahwa
kualitas dapat berfungsi dengan baik
dalam. Penjaminan mutu secara internal oleh satuan penididikan
adalah pengelolaan satuan pendidikan
pada jenjang dikdasmen menerapkan menejemen berbasis sekolah: kemendirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Dalam PP no. 19/2005 pasal 65
Satuan Pendidikan mengembangkan visi dan misi dan evaluasi kinerja
masing-masing. Sedangkan dalam PP no. 19/2005 pasal 91, Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi
SPMP terdiri dari rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1)
pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan
rekomendasi, dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program
peningkatan mutu pendidikan.
Sekolah perlu membentuk Tim
Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari pelbagai unsur stakeholders yaitu,
kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua,
dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk
diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan
SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus
dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.
Fungsi LPMP dan PPPPTK terkait
dengan pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain :
1.
Berperan dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui pelbagai kegiatan
dengan bekerjasama dengan KKG atau MGMP
2.
Membuat jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG atau MGMP di daerah
masing-masing.
3.
Pembuatan jaringan dapat dimulai dengan pendapatan profil dan pemetaan KKG
atau MGMP, membuat perencanaan pengembangan jaringan kerja yang menghubungkan
antara KKG atau MGMP dan LPMP dan PPPPTK
4.
Dapat mendorong para vocal point (wakil aktif) tiap-tiap KKG atau MGMP
untuk selalu saling berinteraksi melalui pelbagai media baik e-mail, sms,
telefon , pertemuan langsung dll. Semakin intensif interaksi antar mereka
semakin cepat perkembangan KKG atau MGMP dan juga perkembangan LPTK dan PPPPTK.
5.
Kegiatan-kegiatan real perlu dilakukan secara regulerbaik diselenggarakan
oleh KKG atau MGMP ataupun diselenggarakan oleh LPMP atau PPPPTK.
Disamping itu, LPMP atau PPPPTK
juga mempunyai peran dalam pengembangan dalam profesionalisme guru
berkelanjutan sebagai berikut :
1.
Pendataan dan mapping profil guru dan KKG atau MGMP
2.
Pembuatan usulan program untuk pengaktifan KKG atau MGMP bersama KKG atau
MGMP yang ada.
3.
Sebagai penjaga kualitas (quality
assurance) bagi profesionalitas guru
4.
Bersama KKG atau MGMP memberikan rekomnendasi perkembangaan KKG atau MGMP
kepada PMPTK.
Penilaian kinerja guru selain
dipaparkan diatas yaitu adanya pelaksanaan sertifikasi guru, Pelaksanaan
Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi guru dapat direalisasikan
dengan baik perlu pemahaman bersama antara pelbagai unsur yang terlibat, baik
di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi agar pesan Undang-Undang tersebut dapat
dilaksanakan sesuai dengan harapan.
Berdasarkan amanat UU No. 20
Tahun 2003 Pasal 42 dan 61, UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 8, dan PP No.19 Tahun
2005 Pasal 29, guru pada jenis dan jenjang pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib memiliki kualifikasi akademik
minimal S1 atau D IV sesuai dengan bidang tugasnya, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sertifikasi guru merupakan
proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru serta menentukan kelayakan
guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Bentuk peningkatan
kesejahteraan tersebut berupa pemberian tunjangan profesi bagi guru yang
memiliki sertifikat pendidik. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi guru yang
berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang berstatus bukan
pegawai negeri sipil (swasta). Tujuan dilakukannya sertifikasi sebagai
peniliaian kinerja guru adalah sebagai berikut:
1.
Sertifikasi dilakukan untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Melalui sertifikasi maka akan dilakukan seleksi terhadap guru manakah
yang berkelayakan untuk mengajar dan mendidik dan manakah yang tidak.
Sertifikasi dalam konteks ini sebagai suatu mekanisme terhadap seleksi
guru-guru unggul yang diharapkan dapat menunaikan tugas sebagai guru
profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.
Sertifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dan
menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Guru juga menjadi
salah satu aset penting yang menjadi penentu kualitas pendidikan secara
nasional sehingga melalui sertifikasi guru diharapkan dapat meningkatkan mutu
proses dan hasil pendidikan.
3.
Sertifikasi untuk meningkatkan martabat guru. Melalui sertifikasi, wibawa
dan martabat guru sebagai seorang profesional dapat dijaga bahkan ditingkatkan.
Selama ini, guru dipandang sebagai pekerjaan massal yang dapat dimasuki oleh
siapa saja dari pelbagai latar belakang. Karena itu ada kecenderungan publik
melihat guru secara berat sebelah dan profesi yang disandangnya dianggap
sebagai sebuah pekerjaan yang lumrah. Sertifikasi justru untuk menjamin dan
memastikan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan yang berwibawa dan guru
melalui pengalaman pendidikan dan pelatihan relatif lama dapat memberikan
layanan yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja-pekerja pengajaran yang
amatir.
4.
Sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme guru. Untuk memastikan
apakah guru sudah benar-benar kompeten dan profesional, maka perlu dilakukan
uji kompetensi sebagai seorang profesional melalui sertifikasi. Sertifikasi
tidak berlaku seumur hidup sehingga sertifikasi dan resertifikasi dapat menjadi
salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa guru penyandang sertifikat masih
tetap profesional dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Sertifikasi
dapat menjadi sebuah bentuk post quality
control yakni pengendalian mutu terhadap output yang dilakukan sebelum
output itu digunakan dalam masyarakat.
Persyaratan untuk mendapatkan
sertifikasi guru dipaparkan dalam syarat sertifikasi guru yang terbaru yaitu
pada tahun 2013 sebagai berikut:
PERSYARATAN UMUM:
1.
Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik dan masih aktif mengajar di
sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kecuali guru
Pendidikan Agama. Sertifikasi bagi guru Pendidikan Agama dan semua guru yang
mengajar di madrasah diselenggarakan oleh Kementerian Agama dengan kuota dan
aturan penetapan peserta dari Kementerian Agama (Surat Edaran Bersama Direktur
Jenderal PMPTK dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama Nomor
SJ/Dj.I/Kp.02/1569/ 2007, Nomor 4823/F/SE/2007 Tahun 2007).
2.
Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari
program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki izin penyelenggaraan.
3.
Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dengan ketentuan:
4.
Diangkat menjadi pengawas satuan pendidikan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (1 Desember 2008), dan
5.
Memiliki usia setinggi-tingginya 50 tahun pada saat diangkat sebagai
pengawas satuan pendidikan.
6.
Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila:
7.
Pada 1 Januari 2013 sudah mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman
kerja 20 tahun sebagai guru, atau
8.
Mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan
golongan IV/a (dibuktikan dengan SK kenaikan pangkat).
9.
Sudah menjadi guru pada suatu satuan pendidikan (PNS atau bukan PNS) pada
saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ditetapkan
tanggal 30 Desember 2005.
10.
Guru bukan PNS pada sekolah swasta yang memiliki SK sebagai guru tetap
minimal 2 tahun secara terus menerus dari penyelenggara pendidikan (guru tetap
yayasan), sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari
Bupati/Walikota.
11.
Pada tanggal 1 Januari 2014 belum memasuki usia 60 tahun.
12.
Sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari
dokter. Jika peserta diketahui sakit pada saat dating untuk mengikuti PLPG yang
menyebabkan tidak mampu mengikuti PLPG, maka LPTK BERHAK melakukan pemeriksaan
ulang terhadap kesehatan peserta tersebut. Jika hasil pemeriksanaan kesehatan
menyatakan peserta tidak sehat, LPTK berhak menunda atau membatalkan
keikutsertaannya dalam PLPG.
13.
Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK)
PERSYARATAN KHUSUS:
1.
Secara langsung (PSPL)
2.
Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang
memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan
tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan
dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru
kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan
sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan
golongan IV/b.
3.
Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang
memiliki golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit
kumulatif setara dengan golongan IV/c.
Sertifikasi guru ada dua jalur
yaitu sertifikasi guru prajabatan dan sertifikasi guru dalam jabatan. Guru
prajabatan adalah lulusan S1 atau D4 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) atau non LPTK yang berminat dan ingin menjadi guru, dimana mereka belum
mengajar pada satuan pendidik baik diselenggarakan pemerintah, pemerintah
daerah maupun masyarakat. Guru dalam jabatan adalah guru PNS maupun non PNS
yang sudah mengajar pada satuan pendidik baik yang diselenggarakan pemerintah,
pemerintah daerah maupun masyarakat dan sudah mempunyai perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Sertifikasi guru prajabatan
dilaksanakan melalui pendidikan profesi di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK), sedangkan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan
melalui uji kompetensi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan,
uji kompetensi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio yang merupakan
pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap
kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru.
Guru dalam jabatan yang lulus
penilaian portofolio mendapat sertifikat pendidik. Guru dalam jabatan yang
tidak lulus penilaian portofolio dapat melakukan kegiatan-kegiatan untuk
melengkapi dokumen portofolio agar mencapai lulus atau mengikuti pendidikan dan
pelatihan profesi guru dan diakhiri dengan ujian. Ujian tersebut mencakup
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dalam jabatan
yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik.
Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru
diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang
belum lulus.
Setelah dipaparkan konsep dasar
profesi, empat kompetensi yang harus dimiliki guru, pengembangan kompetensi dan
profesi guru, serta penilaian kinerja guru, maka penulis kembali pada konsep
dasar etika yang membentuk guru yang beretika dan berkepribadian.
Kata etik (atau etika) berasal
dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau
adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki
oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang
telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin
(1993), etika didefinisikan sebagai “the
discpline which can act as the performance index or reference for our control
system”.
Etika berkaitan dengan konsep
yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin
etika adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta
dalam bahasa Greec “Ethikos” yang
berarti a body of moral principles or
values. Secara bahasa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang
jahat.
Etika menurut pelbagai
literatur sama juga dengan akhlak, moral, serta budi pekerti, dimana akhlak
berarti perbuatan manusia (bahasa arab), moral berasal dari kata “mores” yang
berarti perbuatan manusia, sedangkan budi adalah berasal dari dalam jiwa,
ketika menjadi perbuatan yang berupa manifestasi dari dalam jiwa menjadi
pekerti (bahasa sanskerta).
Jadi kata etika, moral, akhlak,
serta budi pekerti secara bahasa adalah sama, yaitu perbuatan atau tingkah laku
manusia. Dimana objek etika itu sendiri adalah perbuatan manusia sehingga
menjadi pembahasan yang sampai saat ini terus diperbincangkan.
Menurut para ahli maka etika
tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.
Landasan suatu etika dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nilai
Yaitu keyakinan atau perilaku yang terus dimiliki
seseorang dan dipilih secara bebas mengenai kemaknaan seseorang, benda, ide
atau tindakan.
2.
Moral
Moralitas mengacu pada standar personal individu mengenai
apa yang benar dan apa yang salah dalam tingkah laku, karakter dan sikap. Etik
biasanya mengacu pada standar moral kelompok atau profesi tertentu. Prinsip
moral, antara lain :
3.
Etiket
Yaitu dikenal sebagai adat yg merup sesuatu yg dikenal,
diketahui,diulang, serta m’jadi suatu
kebiasaan di dalam suatu masyarakat,
baik berupa kata kata atau suatu bentuk perbuatan yg nyata.
Ada dua macam etika yang harus
kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia :
1.
Etika deskriptif, yaitu etika yang
berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan
apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.
Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan pelbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus
memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
3.
Metaetika
“Meta”
berasal dari bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika
mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis. Pada metaetika mempersoalkan
bahasa normatife apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan. Metaetika
mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika.
Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat
strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan
mutu bangsa secara menyeluruh. Dalam hal ini, guru merupakan ujung tombak
pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan
mengembangkan peserta didik, guru dituntut memiliki kemampuan dasar yang
diperlukan sebagai pendidik.
Guru merupakan faktor yang
sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena
bagi siswa guru merupakan figur yang dijadikan teladan, tokoh identifikasi
diri, bahkan apa yang dikatakan oleh guru masuk kedalam hatinya melebihi apa
yang dikatakan oleh orang tuanya. Di sekolah, guru merupakan unsur yang sangat
mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas
lainnya. Keberhasilan penyelenggaran pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru
dalam menyiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Secara
umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolak ukur bagi keberhasilan kinerja
yang ditunjukan guru. Meskipun banyak dilema, faktor – faktor yang mempengaruhi
kinerja guru dipandang perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara
mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas faktor yang lebih berperan
dan urgen yang mempengaruhi kinerja guru.
Kode etik bagi suatu
organisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik merupakan landasan
moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya.
Dalam menunaikan tugasnya sebagai seorang guru, kode etik merupakan salah satu
elemen penting yang mampu menopang kinerja guru sehingga terjadi transformasi
diri yang optimal menuju pribadi yang profesional. Guru merupakan salah satu
pekerjaan profesi, sebagaimana halnya seperti kerja – kerja yang lain dalam
masyarakat seperti Akuntan, Dokter, Psikolog, dan masih banyak lainnya. Sebagai
sebuah kerja keguruan, maka ia harus tunduk kepada syarat dan aturan yang
dikenakan dalam profesi yang lain seperti kode etik, kode etik adalah kumpulan asas atau nilai moral
yang telah disepakati oleh para ahli - ahli yang mengamalkan profesi tertentu
seperti akuntan, dokter, konseling dan sebagainya.
Seperti yang kita sudah ketahui
sebelumnya jika pekerjaan guru telah menjadi sebuah profesi seperti
profesi-profesi lainnya. Sehingga profesi guru haruslah memiliki kode etik
tersendiri. Menurut kongres PGRI ke XIII, ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode
etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru
dalam melaksanakan panggilan pengabdian bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia
terdapat dua unsur pokok yakni sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku.
Sedangkan dalam Undang-Undang Guru
dan Dosen (UUGD) pasal 43 dikemukakan sebagai berikut :
a)
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik
b)
Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang
mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Secara harfiah, “kode etik”
berarti sumber etik. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti
watak.Istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku
manusia. Term etik berasal dari bahasa filsafat, bahkan menjadi salah satu
cabangnya. Etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, atau pun akhlaq.
Etik juga artinya tata susila (etika)
atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu
pekerjaan.
Jadi “kode etik guru” diartikan
sebagai aturan tata-susila keguruan. Juga berarti aturan-aturan tentang
keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) melibatkan dari segi usaha.
Maksud dari kode etik guru di sini adalah norma-norma yang mengatur hubungan
kemanusiaan (relationship) antar guru dengan lembaga pendidikan (sekolah); guru
dengan sesama guru; guru dengan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya.
Sebagai sebuah jabatan pekerjaan, profesi guru memerlukan kode etik khusus
untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut.
Pada dasarnya kode etik
memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi.
Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 :
449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas
prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Sutan
Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi
guru itu sendiri, antara lain :
1.
Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2.
Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan
pemerintah.
3.
Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab
pada profesinya.
4.
Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan
profesinya dalam melaksanakan tugas.
Adapun rumusan kode etik guru
yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari Sembilan
item berikut:
a) Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan tersebut yaitu guru harus mengabdikan
dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didiknya seutuhnya,
baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental, agar nantinya bisa
menjadi generasi pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan
segala perbuatannya berlandaskan pada sila-sila Pancasila.
b) Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Maksudnya dari rumusan ini yaitu guru harus mendesain
program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap anak didik. Dan
juga guru harus mampu menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan apa yang
dibutuhkan anak didiknya. Apabila guru melakukan pengajaran di SD maka
kurikulum yang digunakan juga kurikulum untuk SD begitupun untuk
tingkat-tingkat selanjutnya. Apabila ini dilanggar ini berarti guru sudah
melanggar kejujuran profesional.
c) Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang
anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Maksudnya yaitu guru perlu mengadakan komunikasi dan
hubungan baik dengan anak didiknya. Hal ini penting agar guru mendapatkan
informasi secara lengkap mengenai karakteristik setiap anak didiknya. Dengan
mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini maka akan sangat membantu
bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses pembelajaran yang optimal.
Kemudian yang
harus diingat oleh guru adalah dalam mengadakan komunikasi. Hubungan yang
harmonis dengan anak didik itu tidak boleh disalahgunakan. Dengan sifat ramah,
kasih sayang dan saling terbuka dapat diperoleh informasi mengenai diri anak
didik secara lengkap. Ini semata-mata demi kepentingan belajar anak didik,
tidak boleh untuk kepentingan guru, apalagi untuk maksud-maksud pribadi guru
itu sendiri.
d) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sebaik-baiknya bagi kepentingan
anak didik.
Maksudnya yaitu guru mampu menciptakan suasana sekolah
yang nyaman sehingga anak itu bisa belajar dengan optimal. Usaha menciptakan
suasana kehidupan sekolah sebagaimana dimaksud diatas, akan menyangkut dua hal.
Pertama,yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dikelas secara langsung.
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas yakni meliputi sekolah
secara keseluruhan. Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan
interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai,
pegawai deengan anak didik. Dengan demikian, memang dituntut adanya
keterlibatan semua pihak di dalam lembaga kependidikan, sehingga dapat
menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua siswa dan masyarakat di
sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan.
Maksudnya yaitu sesuai dengan Tri pusat pendidikan,
masyarakat juga ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena
itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat
menjalankan tugasnya sebagai pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam hal ini
mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat disekitar sekolah, bagi
guru sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan
mendapatkan masukan pengalaman serta memahami pelbagai kejadian atau perkembangan
masyarakat itu.
Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan
sumber belajar yang lebih mengena demi kelancaran proses pembelajaran. Sebagai
contoh guru yang sedang menerangkan sesuatu pelajaran, kemudian untuk
memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan beberapa perkembanganyang terjadi
di masyarakat sekitar.Di samping itu jika sekolah mengadakan pelbagai kegiatan,
sangat memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar. Selanjutnya jika dilihat
dari masyarakat secara luas, hubungan baik guru dengan masyarakat luas itu akan
mengembangkan pengetahuan guru tentang persepsi kemasyarakatan yang lebih luas.
Misalnya tentang budaya masyarakat dan bagaimana masyarakat sebagai pemakai lulusan.
Selanjutnya dalam mengusahakan keberhasilan proses
pembelajaran itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan orang tua murid.
Melalui hal ini diharapkan dapat mengetahui keadaan anak didiknya dan bagaimana
kegiatan belajarnya di rumah. Juga untuk mengetahui beberapa hal tentang anak
didik melalui orang tuanya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
menentukan kegiatan belajar-mengajar yang lebih baik. Hubungan baik antara guru
dengan orang tua murid merupakan faktor yang tidak dapat ditinggalkan, karena
keberhasilan belajar anak didik tidak dapat dipisahkan dengan bagaimana keadaan
dan usaha orang tua murid. Apalagi kalau ada kaitannya dengan tugas dan
kewajiban guru sebagai pendidik, dalam upaya membina kepribadian anak didik,
maka andil orang tua sangat menentukan.
f)
Guru secara sendiri dan/atau
bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Maksudnya yaitu dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, guru harus selalu meningkatkan mutu profesinya, baik
dilaksanakan secara perseorangan ataupun secara bersama-sama. Hal ini sangat
penting, karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru
ditengah-tengah masyarakat.
g) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
Maksudnya yaitu kerja sama dan pembinaan hubungan antar
guru di lingkungan tempat kerja, merupakan usaha yang sangat penting. Sebab
dengan pembinaan kerja sama antar guru di suatu lingkungan kerja akan dapat
meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga sebagai langkah-langkah
peningkatan mutu profesi guru secara kelompok. Guru juga perlu membina hubungan
dengan sesama guru secara keseluruhan, termasuk guru-guru di luar lingkungan
tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan menambah pengalaman
masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu daerah berbeda dengan
perkembangan daerah lain.
h) Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu
organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
Maksudnya yaitu guru sebagai tenaga profesional kependidikan,
juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia wadah atau organisasi
profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan dan
sarana pengabdiannya organisasi itu harus tetap dipelihara, dibina bahkan
ditingkatkan mutu dan kekompakannya. Sebab dengan peningkatan mutu organisasi
berarti akan mampu merencanakan dan melaksanakan program yang bermutu dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
i)
Guru melaksanakan segala
ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Maksudnya yaitu guru adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) atau aparat pemerintah di
bidang pendidikan. Pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pengelola
bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang merupakan
policy (aturan), agar pelaksanaan dapat terarah.
Guru sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dan pelaksanaan langsung kurikulum dan proses pembelajaran, harus memahami dan
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai
bagaimana menangani persoalan-persoalan pendidikan. Dengan melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu, diharapkan proses pendidikan
berjalan lancar sehingga bisa menopang pelaksanaan pembangunan bangsa secara
integral.
Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan atau
ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum.Oleh karena itu guru
sebagai pelaksana yang paling operasional harus memahami secara cermat dan
kritis serta mengembangkannya secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat
mendukung policy (aturan) pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Dengan memahami Sembilan butir
kode etik guru seperti diuraikan di atas, diharapkan guru mampu berperan secara
aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh
anak didik, berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan
serta kegairahan mereka sendiri. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar
akan berjalan degan baik, sehingga hasilnya optimal.
Pada dasarnya guru adalah
tenaga profesional di bidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar,
mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian
pancasila. Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan
tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program
pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya
suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru. Sehubungan
dengan itu guru sebagai tenaga professional memerlukan pedoman atau kode etik
guru agar terhidar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman
baginya untuk tetap professional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan
profesi). Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan
selalu berpegang kepada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah
satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode etik yang memedomani
setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu
penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia
akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Kalau
kode etik yang merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti
akan kehilangan pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat
dilihat bagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah
disepakati bersama tersebut. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betuk-betuk
professional selalu dituntut adanya kejujuran professional. Sebab kalau tidak
ia akan kehilangan pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup diluar
lingkup keguruan.
Sebagaimana dari pemaparan diatas, sebagian besar kode
etik belumlah terlaksana. Secara umum Yang menjadi kendala dalam masalah ini
bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di
negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut,
baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,
guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun
berada.
Secara khusus kendala-kendala dalam pelaksanaan kode etik
dijelaskan sebagai berikut:
a)
Karena kurangnya kesadaran guru-guru kita akan Kedudukannya sebagai warga
negara yang memiliki keteladanan disertai wawasan nusantara dan ketahanan
nasional yang tangguh, jiwa patriotisme, kesetiakawanan sosial serta
berdisiplin dan jujur.
b)
Kurangnya kesadaran guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, dan sebagian
guru memilih profesi sebagai seorang guru bukan karena panggilan jiwa dan hati
nurani mereka sehingga dalam mengajar juga akan asal-asalan.
c)
Kesadaran untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan mereka masih sangat
kurang, adapun yang berniat untuk memperbaikinya biasanya tekendala lagi dengan
masalah biaya, waktu dan tenaga.
d)
Kurangnya perhatian khusus dari pemerintah maupun instansi terkait untuk
menyediakan sarana prasarana bagi guru yang ingin mengembangkan wawasan dan
pengetahuannya.
e)
Kebanyakan guru kondisi ekonominya dibawah rata-rata sehingga harus mencari
pekerjaan lain atau sampingan untuk memenuhi tuntutan ekonomi tersebut.
f)
Biasanya guru hanya ikut seminar dan melanjutkan pendidikannya bukan
lantaran ingin menambah wawasan dan pengetahuannya melainkan semata-mata karena
tuntutan agar bisa lulus sertifikasi.
g)
Kurangnya sosialisasi dan implementasi kode etik guru indonesia untuk
seluruh guru, tenaga kependidikan, masyarakat terkait, pemerintah , dan
lembaga/instansi terkait. Sehingga guru tidak memahami bagaimana cara
mengaplikasikan kode etik tersebut dalam kehidupan –sehari-hari.
h)
Tidak adanya sangsi yang tegas bagi guru yang melanggar kode etik.
i)
Penjabaran kode etik belum terlalu jelas, baik bagi guru itu sendiri maupun
bagi masyarakat sehingga guru maupun masyarakat tidak tahu kapan dan bagaimana
ia melanggar kode etik yang telah ditetapkan.
Dengan adanya permasalahan
mengenai pengembangan pengetahuan guru maka kesadaran tenaga kependidikan yang
bersangkutan, pemerintah, masyarakat, dan instansi/lembaga terkaitlah yang
dituntut untuk menyediakan semua yang dibutuhkan oleh guru untuk menunjang
pengembangan pengetahuannya. Agar kode etik guru bisa berfungsi sebagaimana
mestinya maka solusinya yaitu :
a)
Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
b)
Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru
Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan
pemerintah.
c)
Pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di setiap
sekolah agar para guru bisa menerapkan kurikulum pendidikan dengan baik.
d)
Pemerintah memfasilitasi guru yang ingin menambah wawasannya agar banyak
guru-guru yang bisa mengajar materi pelajaran dengan baik.
e)
Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi gaji dan tunjangan para guru agar
guru tidak lagi sibuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya.
f)
Menambah kesadaran guru akan pentingnya tanggung jawabnya akan profesinya
sehingga guru-guru tidak mengajar secara asal-asalan.
KESIMPULAN
Jabatan guru merupakan jabatan
profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi
kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan
itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus,
memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan
yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,
menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi
profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat
memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air
menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini
sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan
organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan
pemerintah.
Sumber Bacaan dan Referensi:
Tarmudji, T., dkk. 2011. Etika dan Kepribadian Guru Ekonomi. Semarang: UNNES PRESS
http://kawuwungdaniel.blogspot.com/2012/08/beberapa-konsep-dasar-etika-profesi.html
http://kholidsibagariang.blogspot.com/2012/07/etika-profesi-keguruan.html
http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru-profesional/
http://annisaauliya.wordpress.com/2013/03/21/pengertian-dan-manfaat-penilaian-kinerja-guru/
http://www.adelia.web.id/kode-etik-guru-di-indonesia/
Serta sumber-sumber bacaan dan referensi lainnya.