Otoritas Jasa keuangan
(OJK)
Pengertian
Di Indonesia mungkin kata-kata
tentang OJK mungkin belum banyak kita kenal. OJK adalah singkatan dari
Otorisasi Jasa Keuangan, sebelum mengenal lebih lanjut tentang OJK kita harus
lebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan Jasa Keuangan. Jasa keuangan
secara umum adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang disediakan
oleh industry atau organisasi keuangan salah satu bentuk perusahaan yang
menyediakan jasa keuangan adalah bank, asuransi, kartu kredit dan sekuritas.
Sejarah singkat mengenai Jasa Keuangan, dapat dilihat kembali dari perkembangan
di amerika serikat sejak dikeluarkannya Gramm-Leach-Bliley Act pada akhir tahun
1990 yang memungkinkan perusahaan yang beroperasi di industry keuangan AS untuk
bergabung.
Sedangkan yang dimaksud dengan
OJK sendiri kita dapat mellihatnya pada UU no 21 tahun 2011. Menurut Kepala
Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
Isa Rachmatarwata dengan pembentukan OJK diharapkan dapat berperan sebagai
badan pengawas industry keuangan yang bersifat netral dan konsisten dalam
menjalankan aturan yang berlaku.
Menurut UU No 21 tahun 2011 Bab I
pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini."
Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya
mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari
lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa
keuangan. Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme
koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem
keuangan dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.
Otoritas Jasa Keuangan adalah
sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar
modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus
terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai
suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan,
karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan
OJK tersebut.
Ø
Fungsi OJK adalah
1.
Mengawasi
aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2.
Menjaga
stabilitas sistem keuangan
3.
Melakukan
pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
4.
Pengawasan
bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga
baru
Ø
Tujuan dalam pembentukan
OJK:
1.
Untuk
mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,
konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di
bidang perekonomian.
2.
Mengatasi
kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
3.
Menciptakan
satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang
mencukupi
Ø
Menurut para pakar:
1.
Menkeu Agus Martowardojo: Pembentukan OJK
diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman
krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam
reformasi sektor keuangan di Indonesia.
2.
Fuad Rahmany: menyatakan bahwa OJK
akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini
cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat
terpisah.
3.
Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari
efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu
perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari
sektor keuangan.
4.
Deputi Gubernur BI
Muliaman D Hadad: terdapat
empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka
kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi
terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik.
Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan
sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.
Ø
Asas-asas OJK dalam
menjalankan kegiatan
Untuk melaksanakan kegiatannya OJK sendiri juga
mempunyai asas-asas tertentu yang harus dijadikan pedoman yaitu :
a.
Asas
Independensi, tentang sifat independensi OJK dalam melaksanakan kegiatannya
b.
Asas
Kepastian Hukum, bahwa OJK mengutamakan landasan dari UU yang berlaku untuk
melakukan kegiatannya
c.
Asas
Kepentingan Umum, bahwa semua kegiatan OJK didasarkan untuk melindungi dan
memajukan kepentingan umum
d.
Asas
Profesionalitas
e.
Asas
Integritas, OJK selalu berpegang teguh pada nilai moral dalam setiap tindakan
dan keputusan yang diambilnya
f.
Asas
Keterbukaan
g.
Asas
Akuntabilitas, bahwa semua kegiatan dari OJK sendiri dapat
dipertanggungjawabkan kepada public
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara
ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan
pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK
adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa
keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya
adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu
tidak terulang kembali.
Sebagaimana diketahui bahwa
krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak
poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut
undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani
berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002
draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank
Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004
yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Setelah lebih dari tiga tahun
akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan
amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan
semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut
oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah
satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan
siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot
antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh
Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan
dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya
adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling
lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.
Secara historis, ide pembentukan
OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan
undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden
Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan
independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi
tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak
sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi
bank.
Tantangan dan Kelemahan dari OJK
Dengan digabungkannya kegiatan
dan pengawasan sector keuangan menjadi OJK tentu ada tantangan dan kelemahan
yang menyertainya, salah satu bentuk tantangan terbesar efektivitas dan
kredibilitas OJK. Seperti yang sudah kita ketahui selama ini sector jasa
keuangan di Indonesia masih bisa tergolong lemah terhadap krisis keuangan
global.
Salah satu penyebabnya adalah
masih terkonsentrasi pada perbankan. Bank menghadapi masalah struktural
lemahnya permodalan, rendahnya variasi pendanaan, dan risiko UMKM sehingga
mengakibatkan masih tingginya biaya dana dan suku bunga perbankan. Diharapkan
kelemahan ini dapat diatasi dengan sektor jasa keuangan akan diatur dan diawasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Anggito
Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta berikut
ini adalah beberapa tantangan dari OJK :
Tantangan Pendalaman
Apabila kita meninjau aset sektor
jasa keuangan dan kapitalisasi pasar modal, kita tertinggal dibandingkan dengan
negara berkembang lain. Salah satu tujuan dari pembentukan OJK menurut UU
adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat
diintegrasikan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan koordinasi.
Tantangan utama yang dihadapi di sektor keuangan di Indonesia adalah
konsekuensi dari pendalaman sektor keuangan, kerentanan pada risiko global, dan
kredibilitas OJK.
Sektor keuangan merupakan
"pusat" dari sistem dalam sebuah perekonomian. Kegagalan sektor
keuangan dapat melemahkan kinerja seluruh sistem dalam perekonomian (Joseph
Stiglitz, 1994). Salah satu kunci utama pendalaman keuangan adalah akselerasi
pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi akses untuk pihak-pihak yang tak memiliki
kecukupan finansial. Tak kalah penting adalah kekuatan struktur permodalan,
infrastruktur, dan inovasi produk jasa keuangan.
Yang menjadi masalah adalah bahwa
inovasi produk keuangan juga memiliki resiko tersendiri yaitu pertumbuhan
produk derivatif (suatu cara untuk membuat para pemegang dana memiliki rasa
aman, tetapi eksesnya tidak dapat diperkirakan) sangat cepat dan pada umumnya
(80 persen) produk derivatif berupa over the counter (OTC) dalam bentuk forex
options dan future, credit default swap (CDS), dan OTC lainnya.
Kerentanan
Terhadap Krisis Global
Sektor jasa keuangan di Indonesia
masih sangat rentan pada gejolak eksternal. Krisis keuangan dapat terjadi
sebagai akibat dari efek ketularan, baik dari negara tetangga, lingkup
regional, maupun global. Dampak krisis moneter 1998 terhadap perekonomian
Indonesia sangat besar, dengan biaya pemulihan krisis mencapai 60 persen dari
PDB. Sektor perbankan Indonesia praktis kolaps jika pemerintah tidak
merekapitalisasi perbankan. Krisis 1998 memberikan pelajaran mengenai
pentingnya kehati-hatian dan pengelolaan serta pengawasan perbankan yang
profesional.
Kepercayaan
Terhadap OJK
OJK adalah lembaga otoritas yang
dibentuk dari integrasi dua lembaga besar, yaitu Direktorat Pengatur dan
Pengawas Perbankan BI dan Bapepam-LK Kementerian Keuangan. Selain kendala
kelambanan waktu, efektivitas lembaga, dan cakupan wilayah kerja, OJK
menghadapi permasalahan dalam mencapai model integrasi yang optimal karena
peran dan kepentingan masing-masing cenderung berbeda, yakni antara prinsip
prudensial pada perbankan dan lembaga keuangan serta keterbukaan pada pasar
modal.
Sedangkan mengenai masalah
kelemahan OJK sendiri, menurut Calon Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Mulia P Nasution kelemahan dari OJK antara lain soal pengaturan dan pengawasan
dalam satu organisasi secara terpadu namun beliau juga mengatakan bahwa dengan
organisasi yang mengatur dan mengawasi yang baru ini, mestinya bisa bekerja
dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang sekarang.
Secara singkat:
v Otoritas Jasa Keuangan
merupakan lembaga yang bertugas mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan yang
pada masa – masa sekarang ini sangat rawan dan beresiko tinggi.
v Harus di bangun
dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang efektif antar lembaga yang
terkait.
v Diharapkannya dalam
pembentukan OJK bisa menghindari jalan buntu dari undang-undang tentang Bank
Indonesia oleh DPR
Referensi :
http://just-for-duty.blogspot.com/2012/06/sekilas-mengenai-ojk-otorisasi-jasa.html