Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Tiada
yang pantas kami ucapkan selain rasa syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Mahakuasa, karena atas limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mengenai Rekapitalisasi Perbankan dalam bahasan Lembaga Keuangan dan Pasar
Modal.
Kami ini selalu
berusaha membuat makalah ini dapat sesuai dengan perkembangaan dan kemajuan
ilmu pengetahuan, serta mengacu pada teori-teori yang telah terbukti
kebenarannya. Selain kualitas isi yang terus kami tingkatkan, kami juga selalu
berusaha untuk menciptakan tampilan yang menarik pada makalah ini.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat memberikan manfaat dalam segala bentuk informasi menyangkut
pembelajaran Lembaga Keuangan dan Pasar Modal serta ilmu pengetahuan lain bagi
mahasiswa yang ingin mengetahui apa itu rekapitalisasi perbankan, sehingga
dapat mempermudah proses tercapainya tujuan-tujuan dalam kegiatan belajar
mengajar di universitas.
Akhir
kata, demi kesempurnaan makalah kami mendatang, saran dan kritik yang membangun
dari saudara/saudari sekalian selalu kami harapkan sehingga kualitas makalah
kami dapat selalu kami tingkatkan. Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang,
Oktober 2012
-Penyusun-
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Munculnya
fenomena globalisasi keuangan, yaitu liberalisasi pasar modal dan pergerakan modal secara bebas,
kemajuan teknologi, serta maraknya inovasi
bank jasa keuangan maupun produk-produk keuangan, telah berkontribusi dalam menciptakan tingkatan globalisasi
keuangan yang sulit diprediksi, namun dapat
memberikan keuntungan besar dengan resiko baru. Berdasarkan fenomena tersebut, sebagai upaya mempercepat
pemulihan ekonomi dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi tantangan dan peluang di masa depan perlu di buat cetak biru arsitektur sistem keuangan Indonesia.
Salah
satu issue menarik dalam dunia perbankan dewasa ini adalah tentang
rekapitalisasi perbankan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau di
berbagai tempat, khususnya lembaga perguruan tinggi mengangkat topik tersebut
sebagai salah satu kajiannya. Program rekapitalisasi merupakan
bagian yang sangat penting dari restrukturisasi
perbankan nasional. Mengingat fungsi perbankan adalah sebagai pendorong perekonomian Negara, sehingga
program ini harus berhasil mengembalikan
tingkat kesehatan bank dan dapat memulihkan sistem perbankan yang
lebih baik.
2.
Rumusan Masalah
1)
Apa
saja kebijakan yang diambil mengenai pemulihan perbankan?
2)
Bagaimana
langkah-langkah dalam program pemulihan sektor perbankan?
3)
Bagaimana
kronologis terjadinya kebijakan moneter dan regulasi perbankan?
4)
Bagaimana
kondisi Perbankan di Era Krisis Moneter?
5)
Apa
penyebab terjadinya Krisis Moneter yang terjadi di Indonesia?
6)
Bagaimana
Kondisi Perbankan Pasca Rekapitalisasi?
7)
Apa
itu BPPN dalam pemulihan sektor perbankan?
8)
Apa
saja itu BLBI dalam pemulihan sektor perbankan?
9)
Bagaimana
Pemecahan yang Komprehensif terhadap rekapitalisasi perbankan?
BAB II
LANDASAN TEORI
Ì Pengertian
Rekapitalisasi Perbankan
Istilah rekapitalisasi perbankan seringkali keseleo pengucapannya
dengan rekapitulasi. Kekeliruan penyebutan tersebut bisa saja terjadi bukan
saja di tempat-tempat pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium, maupun
diskusi panel, tetapi juga kadangkala didalam sidang-sidang komisi di lembaga
tinggi negara. Bahkan dengan nada joke (guyonan), kesulitan
dalam pengucapannya tersebut ada yang menafsirkan bahwa dengan pengucapannya
yang sulit, maka kemungkinan rekapitalisasi perbankan nantinya akan sulit
dilaksanakan.
Dari sisi terminologi (istilah), rekapitalisasi memang berbeda dengan
rekapitulasi. Namun, kalau dibaca sekilas, kedengarannya keduanya memiliki
kemiripan. Rekapitalisasi berkaitan dengan suatu perombakan struktur modal
(seperti penambahan modal) dalam suatu organisasi, sehingga dapat memenuhi
struktur modal sebagaimana yang dikehendaki. Dalam dunia perbankan, misalnya,
program rekapitalisasi perbankan diberlakukan bagi bank-bank yang setelah due
diligence (audit keuangan) berada pada kategori B (bank yang memiliki
CAR / Capital Adequacy Ratio / rasio kecukupan modal lebih kecil dari 4%
sampai dengan minus 25%). Sementara itu, istilah rekapitulasi yang seringkali
disingkat dengan rekap berarti membuat suatu rangkuman secara global (garis
besar) terhadap posisi keuangan suatu organisasi. Misalnya rakapitulasi
pengeluaran biaya operasional perusahaan X atau bank X selama periode tertentu.
Melihat latar belakang kemunculannya, program rekapitalisasi perbankan
dimaksudkan untuk menjaga atau mempertahankan keberadaan bank-bank yang
memiliki prospek untuk hidup dan berkembang melalui restrukturisasi kepemilikan
(penyuntikan modal). Bank-bank yang diikutsertakan dalam program ini meliputi
bank-bank persero, bank swasta nasional dan bank pemerintah daerah, baik yang
telah go public maupun yang belum go public.
Ì Pelaksanaan
Program Rekapitalisasi Perbankan
a. Setiap
Bank Umum & BPD seluruhnya yang menjalani pemeriksaan, hasilnya berjumlah
280 Bank yang ada, 10 tidak mengikuti program rekapitalisasi, 3 sudah menambah
modal, 164 menjalani pemeriksaan, tapi belum ditentukan kategorinya (Krisna
Wijaya, 2009:79)
b. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, Bank Umum dikelompokkan menjadi 3 kategori:
§ Kategori
A Bank Umum dengan CAR (> 4%)
Berarti
tidak perlu mengikuti program rekapitalisasi, program ini mewajibkan Bank Umum
untuk membuat rencana kerja dan disampaikan pada Bank Indonesia.
§ Kategori
B Bank Umum dengan CAR lebih kecil dari
4% tapi lebih besar dari minus 25% (-25% sampai 4%)
Berarti
dapat menjadi peserta program rekapitalisasi dan kesempatan menikuti hanya
sekali dan diwajibkan juga membuat rencana kerja.
§ Kategori
C Bank Umum dengan CAR lebih kecil dari
25% (<-25%)
Berarti
jangka waktu 30 hari sejak pemberitahuan pemeriksaan wajib melakukan setoran
tunai untuk menambah modal agar mencapai persyaratan bank kategori B.
Program rekapitaliasi dengan dibaginya menjadi
3 kategori, maka bank jumlahnya menjadi sedikit. Baik dengan merger maupun
pembukuan bank-bank, bahkan ada yang terlikuidasi. Berarti perbankan nasional
menjadi “Branch Banking System” dalam
artian jumlah bank ada sedikit namun kantor cabangnya sedikit.
Menurut Krisna Wijaya, konsep pengembangan
perbankan nasional sebaiknya dilakukan dengan pendekatan “Core Competence” yang meliputi “Resources
Based” dan “Experience Based”.
Resource Based berkaitan dengan “Competitive Advantage”. Berdasarkan pada
pendekatan yang disampaikan oleh Krisna Wijaya sebelumnya, perbankan nasional
dapat dikembangkan menurut spesialisasinya dengan ketentuan permodalan yang
berbeda. Misal: ditetapkan atas dasar wilayah operasinya (Regional, Nasional,
Internasional) dan penetapannya didasarkan pada ketentuan jumlah modal. Cara
lain dikembangkan atas dasar spesialisasi segmen bisnis. Misal: Microbanking, corporate banking, Investment
banking, dan international banking. Dengan
demikian masing-masing bank akan
beroperasi pada segmentasi tertentu saja.
(Niswatin Rakub, 2007)
(Niswatin Rakub, 2007)
BAB
III
PEMBAHASAN
1.
Kebijakan
Pemulihan Perbankan
Pada saat itu kepercayaan terhadap perbankan menurun. Terjadi bank take over (BTO) &
bank beku operasi (BBO) atau bank beku kegiatan usaha (BBKU).
LOI (letter of intent) dengan IMF terpaksa di Tanda Tangani Januari 1998,
yang isinya:
a. Penjaminan oleh pemerintah terhadap bank Umum
b. Membentuk BPPN
c. Rekapitalisasi perbankan –
CAR (Capital Adequate Ratio) -kecukupan modal di bank harus terpenuhi.
Diletakkan prinsip dasar perbankan yang sehat, yaitu :
a.
BI bersifat independent
b.
Perlu ada Lembaga Pengawas Jasa keuangan yang mengawasi bank-bank semua Lembaga Keuangan bukan bank dalam UU
no. 23 – 1999
2.
Program Pemulihan Sektor Perbankan
Langkah penyehatan dan pemberdayaan sektor perbankan telah menyita waktu, tenaga & biaya yang sangat besar karena pentingnya sektor ini dalam proses kebangkitan ekonomi.
Langkah – langkah yang diambil
adalah sebagai berikut:
a.
Rekapitalisasi bank – bank yang lulus due deligence & fit &
proper test terhadap pemilik & pengurus bank.
b.
Restrukturisassi kredit.
c.
Pengembangan infrastruktur bank dengan skema penjaminan.
d.
Perbankan & penyempurnaan fungsi pengawasan bank terutama low enforcement.
3.
Kronologis Kebijakan Moneter dan
Regulasi Perbankan
Sejak tahun 1960an sampai sekarang dapat dikelompokkan 3 periode:
1.
Periode stabilisasi & rehabilitasi ekonomi dimulai awal orde baru karena saat itu inflasi 680%
per tahun. Caranya:
a) Anggaran defisit dirubah jadi berimbang
b) Kebijakan pemberian kredit yang ketat
2.
Periode saat perekonomian ditunjang sektor minyak :
(pertengahan 1970an) Saat “Oil Boom” diterapkan KLBI
(Kredit Likuiditas BI)
dengan bunga rendah
Kebijakannya antara lain :
§ Menetapkan batas kredit
§ Menaikkan bunga kredit
§ Menaikkan bunga tabungan & deposito
§ Menaikkan cadangan likuiditas
3.
Periode Deregulasi Perbankan
Awal 1980an
Indonesia resesi karena dunia resesi. Neraca pembayaran defisit.
Untuk itu dibuat kebijakan:
§ Penyesuaian nilai tukar rupiah ke US dari Rp700 ke Rp970
§ Jadwal ulang proyek yang pakai devisa besar.
Lahir kebijakan – kebijakan berikut:
§ Kebijakan 1 Juni 1983
§ Paket 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988)
§ Paket 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988)
§ Paket 25 Maret 1989 (Pakmar 25, 1989)
§ Paket 29 Januari 1990 (Pakjan 29, 1990)
§ Paket 28 Februari 1991 (Pakfeb 28, 1991)
§ Paket 29 Mei 1993 (Pakmmei 29, 1993)
4.
Kondisi Perbankan Era Krisis Moneter
Tahun 1997/1998 merupakan
tahun yang terberat dalam tiga puluh tahun pelaksanaan pembangunan ekonomi
Indonesia. Diawali oleh krisis nilai tukar yang terjadi pada tahun 1997. Sejak
itu, kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis
yang berkepanjangan di berbagai bidang. Proses penyebaran krisis berkembang
cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan
pada sektor luar negeri yang cukup besar. Krisis tersebut berkembang semakin
parah karena terdapatnya berbagai kelemahan mendasar di dalam perekonomian
nasional terutama di tingkat mikro.
Untuk mengatasi krisis yang
semakin dalam, pemerintah telah menempuh berbagai upaya. Akan tetapi,
upaya-upaya tersebut tidak begitu menunjukkan hasilnya karena adanya krisis
kepercayaan terhadap kemampuan pengelolaan dan prospek perekonomian semakin
melemah. Dengan semakin parahnya krisis yang terjadi, kegiatan intermediasi di
sektor keuangan, terutama perbankan, terganggu sehingga aliran dana untuk
membiayai kegiatan investasi dan produksi mengalami berbagai hambatan.
Kelemahan fundamental mikroekonomi
juga tercermin pada kerapuhan (fragility) yang
terdapat dalam sektor keuangan, khususnya perbankan. Sebagian dari kerapuhan
tersebut terkait dengan kondisi makroekonomi yang kurang stabil terutama berupa
gejolak nilai tukar rupiah dan tingginya suku bunga. Ketidak stabilan
makroekonomi dan respons kebijakan yang diambil pemerintah menyebabkan bank
sangat sulit melakukan penilaian yang akurat megenai risiko kredit dan risiko
pasar.
Besarnya tekanan arus modal
keluar (capital outflow) yang
dipicu oleh krisis keuangan di negara-negara tetangga, antara lain misalnya
Thailand, telah menyebabkan merosotnya nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai
tukar rupiah tersebut sangat dipengaruhi oleh permintaan dolar yang semakin
besar untuk memenuhi kewajiban utang luar negeri yang segera jatuh tempo,
membiayai impor, serta tujuan-tujuan spekulatif terhadap rupiah. Untuk
mengatasi krisis tersebut Bank Indonesia telah melakukan berbagai langkah
antara lain melebarkan rentang intervensi nilai tukar rupiah terhadap dollar
dari 8% menjadi 12% yang disertai intervensi baik di pasar forward maupun spot. Sistem nilai tukar mengambang
bebas diterapkan dan intervensi di pasar valuta asing ditingkatkan.
Sebagai langkah awal dalam
rangka penyehatan di bidang perbankan, pada tanggal 1 November 1997, setelah
dilakukan penelitian dan pemeriksaan yang cermat oleh Bank Indonesia pemerintah
kemudian mencabut izin usaha 16 bank yang dinyatakan insolvent (pailit).
Upaya ini semula dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan kepada perbankan yang
telah ditanggapi secara negatif oleh masyarakat berupa penarikan dana secara
besar-besaran dan pemindahan dana dari bank yang dianggap kurang sehat ke bank
yang sehat. Perkembangan ini menyebabkan sejumlah bank mengalami kesulitan
likuiditas, sehingga banyak bank yang melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum.
Sejumlah bank bahkan mengalami saldo negatif atas rekening gironya di Bank
Indonesia, untuk menghindari resiko yang lebih besar terhadap sistem perbankan
secara keseluruhan (systematic risk).
(Dahlan Siamat, 2005)
5.
Penyebab Krisis Moneter Indonesia
-
Intergrasi ekonomi kita ke global terlalu cepat tanpa infrastruktur (usaha, keuangan, hukum,
dan pemerintahan)
-
Kelemahan informasi/transparansi/konstitusi
-
Fundamental mikro ekonomi melemah (rentannya perbankan).
Laporan tahunan BI
1997/1998 mencatat 5 faktor penyebab kerentanan:
1.
Ada jaminan terselubung dari bank sentral ke bank umum
2.
Sistem pengawasan lemah (tidak hati – hati)
3.
Kredit pada kelompok usaha sendiri
4.
Kemampuan manajerial bank rendah, resiko meningkat ,kredit bermasalah
5.
Informasi tidak transparan
Kebijakan yang diambil selama krisis adalah untuk:
Ø Kestabilan makro ekonomi di perbankan & dunia usaha
Kebijakan tersebut di bidang-bidang :
A. Di Moneter : Uang ketat
B. Di Perbankan : Restrukturisasi, rekapitulasi, penjamin, pemgawasan bank.
C. Di Fiskal : Fokus untuk Jaringan Pengaman Sosial (JPS).
6.
Perbankan
Pasca Rekapitalisasi
Program rekapitalisasi
menetapkan CAR, kualitas aktiva produktif dan aspek likuiditas. Meluasnya
krisis menjadi krisis multi dimensi. Pemerintah menerbitkan obligasi sebagai
sumber dana, pada saat jatuh tempo pemerintah menjamin suku bunga dan menjamin
seluruh nominalnya. Bank peserta rekapitulasi diberi dividen pada pemerintah
minimal 13% (menghasilkan Return on
Equity 13%).
Tidak semua bank mencapai CAR 8%. Nilai tukar
rupiah belum stabil, inflasi meningkat, suku bunga tinggi.
Alternative yang bisa dilakukan (Krisna Wijaya):
·
Perlu adanya independensi dan Transparansi
bagi BPPN
·
Mempercepat proses rekapitalisasi dan
privatisasi Bank-Bank
·
Bank sentral melakukan “Open Market
Operation” akibat naiknya SBI
Pola
rekapitalisasi
terbukti tidak mampu memberikan dampak positif
pada likuiditas bank. Kualitas aktiva produktif bank dan pelanggaran “Prudential Banking Practice” pada bank
tidak mampu membentuk pencadangan dana.
Program
rekapitalisasi telah mengurangi jumlah bank dan
jumlah kantor-kantor bank.
Munculnya
2 bank baru, yaitu :
·
Bank Mandiri
·
Bank Ekspor Indonesia ( Lembaga
Pembiyayaan Non-Bank)
7. Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN)
BPPN adalah sebuah lembaga
yang dibentuk pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998
tetang pembentukan BPPN.
Lembaga ini dibentuk dengan
tugas pokok untuk penyehatan perbankan, penyelesaiaan aset bermasalah dan
mengupayakan pemgembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan. Karena
kinerjanya yang dinilai kurang memuaskan, pada masa pemerintahan Presiden
Megawati Soekarnoputri, lembaga ini dibubarkan pada 27 februari 2004
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15
Tahun 2004 tentang pengakhiran tugas dan pembubaran BPPN.
8.
Bantuan Likuidasi Bank Indonesia
Bantuan Likudasi Bank Indonesia
adalah Pinjaman likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank karena adanya
penarikan dana secara besar-besaran dari nasabah kreditur yang terkenal dengan
nama “rush”. Bila dibandingkan dengan
KLBI (Kredit Likuditas Bank Indonesia) terdapat persamaan dan perbedaan, antara
lain :
BLBI
|
KLBI
|
Inisitaif dari bank
|
Inisiatif dari pemerintah
|
Merupakan fasilitas NP untuk memenuhi
kebutuhan likuditasnya.
|
Merupakan kredit “progam”
dipiroritaskan pada kredit pengusaha kecil dan koperasi serta stabilitas
harga.
|
Suku bunga “pinalti” diatas suku
bunga pasar (berkisar mencapai 150%) (dari “Jakarta Inter Bank Offered Rate”
/ Jibor)
|
Suku bunga tidak ditentukan
karena diberikan “subsidi”
|
Fasilitas BLBI
a.
Mempertahankan kestabilan Sistem
Pembayaran
b.
Operasi Pasar Terbuka (OPT) sejalan
dengan program moneter dan bentuk pembelian Surat Berharga Pasar Uang (SPBU)
c.
Penyehatan (Rescue) bank (Kredit Likuditas Darurat / KLD) dan Kredit
Subordinasi (Sub Ordinated Loan /
SOL).
d.
Mempertahankan kestabilan Siste
Perbankan dan Sistem Pembayaran sehubungan dengan rush.
e.
Mempertahankan kepercayaan pada
perbankan Indonesia.
9.
Pemecahan yang Komprehensif
Dunia perbankan nasional memang sedang “sakit”, sehingga
perlu obat mujarab yang mampu menyehatkan penyakitnya tersebut. Seringkali,
obat yang harus ditelan memang pahit dan menyakitkan. Hal ini nampak tatkala
dunia perbankan nasional dikejutkan dengan adanya likuidasi 16 bank-bank umum
yang bermasalah sekitar Nopember 1997 sebagai salah satu upaya penyehatan
perbankan nasional. Ternyata likuidasi terhadap bank-bank bermasalah tersebut
terus bergulir meskipun dangan istilah yang berbeda seperti Bank Beku Operasi
(BBO) dan Bank Take Over (BTO). Kini
tinggal menunggu waktu bank-bank yang nampaknya sulit untuk diselamatkan untuk
ditutup (likuidasi) atau tutup dengan sendirinya.
Program rekapitalisasi perbankan merupakan salah satu jalan
menuju penyehatan perbankan nasional. Namun, program dengan melihat indikator
CAR tersebut bukanlah terapi segalanya, sehingga perlu dilakukan secara
selektif dan hati-hati, mengingat dana yang dibutuhkan cukup besar.
Disamping itu, sebenarnya masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang
menjadikan dunia perbankan tidak sehat, antara lain : lemahnya sistem kontrol
dari Bank Indonesia terhadap bank-bank bermasalah, adanya oknum-oknum BI yang
terlibat dalam berbagai tindak pelanggaran bank, banyaknya kredit
bermasalah (non performing loan), pelanggaran BMPK (Batas Maksimum
Pemberian Kredit), lemahnya penerapan law inforcement terhadap
para bankir yang nakal, yang kesemuanya memberikan citra yang kurang
menguntungkan pada masyarakat luas. Pendek kata kepercayaan masyarakat terhadap
dunia perbankan, khususnya otoritas moneter semakin melemah. Oleh karena itu,
indikator CAR sebaiknya jangan dijadikan satu-satunya dasar bagi penyehatan
perbankan nasional, tetapi juga perlu mempertimbangkan indikator lain yang
bersifat komprehensif dan bukan sepotong-potong. Oleh karena itu, program
rekapitalisasi perbankan akan sulit diterapkan, kalau permasalahan mendasar
dalam dunia perbankan belum dapat teratasi secara tuntas. Kalau kebijakan yang
diambil secara sepotong-potong, maka dikhawatirkan upaya mengatasi suatu
masalah akan memunculkan masalah-masalah baru lagi.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari sisi terminologi (istilah),
Rekapitalisasi berkaitan dengan suatu perombakan struktur modal (seperti
penambahan modal) dalam suatu organisasi, sehingga dapat memenuhi struktur
modal sebagaimana yang dikehendaki. Pada tahun 1997 kondisi perbankan di era
moneter mulai mengalami krisis nilai tukar. Sejak saat itu, kinerja
perekonomian Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang
berkepanjangan di berbagai bidang. Dan di tahun 1998 terjadi inflasi hingga
mencapai 77,63% yang pada tahun 1997 hanya 11,05%. Sebenarnya
masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang menjadikan dunia perbankan
tidak sehat. Maka dibutuhkan pemecahan yang komprehensif bagi permasalahan
tersebut.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Rakub,
Niswatin. 2007. Lembaga Keuangan dan
Pasar Modal.
Semarang: UNNES PRESS.
2.
Dahlan Siamat. 2005. Manajemen
Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.