“The Impact of Tax and Market Distortions on
the Phillips Curve
and the Natural Rate of Unemployment”
A.
PENDAHULUAN
Reformasi pajak, liberalisasi
pasar dan deregulasi dalam pasar tenaga kerja secara luas dilihat sebagai kunci
untuk meningkatkan kinerja ekonomi khususnya di Eropa. Akibatnya, reformasi
struktural telah menjadi isu kebijakan terkemuka di Eropa. Bahkan Komisi Eropa
telah menyatakan koordinasi reformasi struktural menjadi prioritas utama (EC, 2008).
Namun literatur akademis telah memberikan sedikit analisis formal dari proses
reformasi itu sendiri; atau seberapa jauh reformasi struktural dapat diharapkan
untuk meningkatkan kinerja ekonomi Pada
saat yang sama, banyak negara telah terbukti enggan untuk merangkul reformasi
meskipun tertarik untuk menganjurkan kebajikan mereka di depan umum.
Inkonsistensi seperti ini membutuhkan penjelasan.
Di Eropa, argumen untuk reformasi
pasar atau kelembagaan telah dibuat, dan dukungan porting, pada tingkat politik
di bawah judul dari agenda Lisbon (Sapir, 2004). Namun demikian, meskipun
reformasi ini yang telah dianjurkan secara luas, pemerintah sering gagal untuk
membawa mereka keluar dalam praktek (Dellas dan Tavlas, 2005; Hughes Hallett et
al, 2005). Dan di mana mereka telah berusaha, itu biasanya menjadi usaha
sedikit demi sedikit dan dengan cepat ditinggalkan dalam menghadapi oposisi.
Program Hartz IV di Jerman; pensiun atau reformasi pasar tenaga kerja dan
liberalisasi jasa di Perancis; dan rekonstruksi jaminan sosial di Italia,
adalah tiga contoh yang jelas dan spesifik. Dugaan biasa adalah bahwa reformasi
tersebut dalam hal kinerja ekonomi dan mahalnya pembiyaan dalam jangka pendek.
Untuk menganalisis masalah ini,
kita perlu model proses reformasi umum untuk mencakup instrumen reformasi biasa
dan berbagai parameter struktural yang ditemukan di negara-negara kandidat.
Mulai dari model standar deregulasi, dalam jurnal mengembangkan model teori
tawar-menawar upah, dengan persaingan tidak sempurna dalam pasar produk dan
berbagai bentuk distorsi pajak, untuk memahami insentif, biaya dan manfaat potensial
dari reformasi struktural. Jurnal ini menggunakan hasil untuk menjelaskan
perilaku pembuat kebijakan dan untuk mendapatkan kesimpulan tertentu tentang
mana langkah-langkah reformasi yang paling efektif.
Dalam jurnal ini menelusuri
bagaimana inflasi terhadap pengangguran telah dipengaruhi oleh berbagai jenis
distorsi pasar dan seberapa jauh mereka dapat mereda dengan reformasi
struktural atau deregulasi. Jurnal ini juga menunjukkan bagaimana pajak atau
distorsi pasar yang berbeda mempengaruhi tingkat pengangguran alamiah dan
reformasi struktural yang akan menjadi yang paling efektif dari kesejahteraan
atau perspektif kerja.
Dalam jurnal ini mengemukakan
bahwa kebijaksanaan konvensional yang bertentangan itu adalah penghapusan
distorsi pajak daripada distorsi pasar yang membuat perbedaan terbesar. Oleh
karena itu jawaban untuk pertanyaan pertama: negara-negara yang dibatasi fiskal
atau tidak mampu membiayai konsekuensi reformasi mereka. Selanjutnya adalah
untuk memberikan analisis yang menggabungkan instrumen kebijakan fiskal dan
reformasi. Namun demikian, konflik penting yang dihadapi oleh pekerja adalah
upah yang lebih rendah dalam jangka pendek dengan pengangguran yang lebih
rendah dan upah riil yang lebih tinggi dalam jangka panjang. Dalam analisis
jurnal ini, penganalisis membatasi pembahasan pada pengangguran alamiah karena
dampak pajak dan distorsi pasar.
B.
KONSEP DAN TEORI
Distorsi (ketidaksempurnaan
pasar) adalah yang membuat kondisi ekonomi tidak efisien sehingga mengganggu
pelaku ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam rangka
memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. Untuk mengukur distorsi adalah
deviasi antara harga pasar yang bagus dan biaya marjinal yaitu perbedaan antara
tingkat substitusi marjinal di konsumsi dan transformasi marjinal ditingkat
produksi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari sistem pajak pada
perilaku tawar-menawar upah dan konsekuensi dari reformasi pajak, model untuk
memasukkan perpajakan distorsi. Selain pajak distorsi, kita mempertimbangkan
dua penyimpangan dari persaingan sempurna untuk menghasilkan kebutuhan untuk
reformasi produk dan pasar tenaga kerja. Yang pertama muncul dari asumsi pasar
produk kompetitif tak sempurna. Dalam hal ini, penulis jurnal menganggap
kehadiran sejumlah perusahaan persaingan monopolistis masing-masing memproduksi
suatu barang berbeda. Kemudian, di sisi pasar tenaga kerja, ada sebuah
ketidaksempurnaan dengan mengasumsikan proses tawar-menawar upah formal antara
perusahaan dan pekerja mereka.
Teori inflasi, A.W. Phillips
berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan
tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil
pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva
yang menggambarkan hubungan di antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran
dinamakan kurva Phillips. Kurva phillips yang menghubungkan persentase
perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di
atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada
juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva
phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi Argumentasi
untuk menjelaskan kurva phillips di atas dirumuskan dengan formulasi sebagai
berikut :
Laju inflasi = Tingkat kenaikan
upah – Tingkat kenaikan produktivitas
Sifat keterkaitan di antara
inflasi harga dan tingkat pengangguran: Pada waktu pengangguran tinggi,
kenaikan harga-harga relative lambat, akan tetapi semakin rendah pengangguran,
semakin tinggi tingkat inflasi yang berlaku.
Masalah-masalah yang
dipertimbangkan sebagai bahan dalam jurnal yang penulis analisis ini adalah
masalah konsumen, pengangguran, indikator kesejahteraan, masalah perusahaan,
upah yang dibahas pemerintah, dan instrumen regulasi.
Inflasi adalah kecenderungan
naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus
menerus. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri mengalami
kenaikan. Naiknya harga barang sama dengan turunnya nilai mata uang. Dengan
demikian inflasi dapat diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai
barang dan jasa secara umum. Sedangkan Tingkat inflasi menunjukkan persentase
dari perubahan tingkat harga rata-rata tertimbang untuk barang dan jasa dalam
perekonomian suatu negara.
Tingkat pengangguran
menunjukkan persentase dari individu-individu yang ingin bekerja namun tidak
memiliki perkerjaan. Seseorang dianggap menjadi penganggur jika tidak bekerja namun masih menunggu untuk
mendapatkan pekerjaan. Angkatan kerja didefinisikan sebagai jumlah antara
individu yang memiliki pekerjaan dengan pengangguran. Tingkat pengangguran
dihitung berdasarkan rasio antara jumlah penganggur dengan angkatan kerja.
C.
DATA EMPIRIK
D.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran (Kurva Philip).
Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan
perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat
memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga
barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor.
Masyarakat terdorong untuk
membeli barang impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal
menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini
berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung
naik. Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik menyebabkan rendahnya
permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi dikurangi. Sejumlah
pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan menyebabkan
sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan.
Para ekonom berpendapat bahwa
tingkat inflasi yang terlalu tinggi merupakan indikasi awal memburuknya
perekonomian suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank
Sentral menaikkan tingkat bunga. Hal ini menyebabkan terjadinya kontraksi atau
pertumbuhan negatif di sektor riil Dampak yang lebih jauh adalah pengangguran
menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, tingkat inflasi dan tingkat
pengangguran merupakan dua parameter yang dapat digunakan untuk mengukur baik
buruknya kesehatan ekonomi yang dihadapi suatu negara. Hubungan antara tingkat
inflasi dengan tingkat pengangguran untuk jangka pendek dapat dijelaskan dengan
menggunakan Kurva Phillip yang dikemukakan oleh ekonom bernama A.W. Phillips. Kurva
ini digunakan oleh Phillips ketika melakukan pengamatan terhadap korelasi
antara pengangguran dengan upah dan inflasi di negara Inggris. Hubungan tingkat
inflasi dengan tingkat pengangguran yang merepresentasikan Kurva Phillips dapat
dilihat pada gambar di bawah.
Gambar
1. Hubungan Tingkat Inflasi Dengan Tingkat Pengangguran
Dari Gambar 1 diketahui bahwa
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran memiliki hubungan yang negatif.
Artinya jika tingkat inflasi tinggi, maka pengangguran akan menjadi rendah.
Atau sebaliknya, penganggguran akan menjadi tinggi jika perekonomian suatu
negara mengalami inflasi yang rendah.
Gambar 1 menunjukkan kurva
Phillip untuk negara Amerika Serikat pada kurun waktu dari Januari 2008 sampai
dengan Oktober 2009. Karena kedua variabel ekonomi ini memiliki hubungan yang
negatif, maka usaha untuk menurunkan tingkat inflasi, dapat menimbulkan
peningkatan pengangguran.
2. Reformasi Paling Efektif
Dari Perspektif Kesejahteraan adalah strategi reformasi dalam hal
meningkatkan jumlah barang dan pekerjaan dalam suatu perekonomian. Dalam jurnal,
efektif berarti mendapatkan mark- up atau biaya masuk diterima untuk jatuh
sebagai pajak, atau peraturan tenaga kerja dan produk pasar. Jika efektif, maka
akan meningkatkan upah riil dan upah reservasi di waktu yang sama. Itu berarti
peningkatan kesejahteraan dan penurunan pengangguran. Oleh karena itu salah
satu cara untuk menentukan reformasi yang paling efektif adalah dengan
menentukan instrumen yang memiliki dampak terbesar pada upah riil dan
kesejahteraan.
Dari Perspektif Pekerjaan strategi reformasi yang paling efektif untuk
mengurangi pengangguran agak berbeda. Karena reformasi struktural dan
institusional yang mempengaruhi kerja memakan waktu, dalam jurnal hanya akan
mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari langkah-langkah yang berbeda
pada. Juga hanya mempertimbangkan kasus di mana hubungan antara gangguan tidak
berubah sehingga sumber reformasi tidak mengubah hubungan antara upah reservasi
dan tingkat pengangguran. Itu mungkin tidak selalu benar, tetapi hasilnya mudah
menggeneralisasi.
Dalam jangka panjang, pengangguran berkurang dan ada lapangan kerja yang
dihasilkan oleh liberalisasi pasar produk dengan mengurangi pajak bisnis dan
akhirnya terjadi deregulasi pasar tenaga kerja. Untuk ekonomi dengan pasar
kompetitif tak sempurna, mengurangi pajak upah akan berpengaruh, baik positif
atau negatif, kecuali sebagai ukuran jangka pendek. Tapi di negara dengan pasar
yang kompetitif, kejadian diatas akan menjadi terbalik yaitu deregulasi pasar
tenaga kerja yang paling efektif dari
reformasi pajak bisnis dan kemudian liberalisasi pasar produk. Di Eropa tengah,
kontras dengan perbandingan kesejahteraan, reformasi yang efektif untuk
penciptaan lapangan kerja akan terletak di deregulasi pasar tenaga kerja; maka
pajak bisnis dikurangi; dan kemudian liberalisasi pasar.
3. Hasil dari Data Empirik
Untuk mengevaluasi signifikansi
praktis hasil penelitian, dalam jurnal telah menggunakan Basis Data Pajak dan
angka pengangguran dari Indikator OECD Ekonomi Utama. Persediaan sebelumnya
didefinisikan sebagai "kesemua" tarif pajak rata-rata upah manufaktur
dan pendapatan perusahaan, termasuk iuran jaminan sosial. yang terakhir,
tingkat pengangguran pada definisi standar untuk parameter yang tersisa, Dalam
jurnal menetapkan β (parameter tawar-menawar upah) sebesar 0,25, menjadi perkiraan
mid-range dari Layard, studi Nickell dan Jackman (1991), dan kemudian
mempertimbangkan β = 0 dan β = 0,5 - desentralisasi dan terpusat tawar-menawar
upah masing-masing - sebagai alternatif .
Terakhir, dan mungkin lebih kontroversial,
ditetapkan δ sebesar 3,5 untuk jangka pendek kemampuan barang pengganti antara 14
, dan δ = 10 untuk jangka panjang substitusi. Angka-angka ini didasarkan pada
beberapa studi dalam periode substitusi produk dalam literatur dan dapat
dibandingkan dengan δ = ∞ untuk markets. Persaingan sempurna Semua data adalah
untuk tahun 2005.
Tabel 2 mencatat pajak dan
harga distorsi, karena mereka berdiri pada tahun 2005, untuk 24 negara OECD dan
Uni Eropa secara keseluruhan. Ada variasi yang cukup besar, tiga fitur menonjol.
Pertama, seluruh Eropa menderita pajak dan harga distorsi lebih besar dari
Amerika Serikat kecuali Irlandia. Namun di luar Eropa, hanya Kanada yang tidak.
Demikian pula, Eropa tengah (Belgia , Perancis, Italia , Jerman , dan
Swedia dalam hal ini) terasa lebih menyimpang dari Uni Eropa secara
keseluruhan. Dan Belanda, Republik Ceko, Hungaria, Polandia dan Finlandia
datang dekat. Dalam kebanyakan kasus distorsi pajak Eropa dan distorsi harga
sama-sama serius. Tapi di Belanda, Polandia, Finlandia dan Denmark, itu adalah
distorsi harga yang lebih serius (tersirat oleh nilai-nilai yang tinggi c,
mencerminkan atas rata-rata mark- up (biaya), sedangkan distorsi pajak yang lebih
serius di Prancis dan Italia. Oleh karena itu ada perbedaan ekonomi yang besar
vs kecil dalam hal pasar yang kompetitif .
Sementara itu Tabel 3 dan 4
memberikan batas atas pada δ, atau tingkat persaingan di pasar, untuk
menunjukkan langkah-langkah reformasi yang berbeda akan menjadi yang paling
efektif untuk menghasilkan perbaikan kesejahteraan atau kesempatan kerja baru.
Bahkan, Tabel 3 menunjukkan bahwa reformasi pajak hampir selalu menjadi instrumen
yang paling efektif untuk tujuan kesejahteraan kecuali pasar tenaga kerja yang
sangat terdistorsi.
Dengan demikian jenis reformasi
pajak adalah yang paling efektif kecuali δ sangat kecil, yang tidak mungkin ada
di salah satu ekonomi maju OECD. Pengecualian dalam perekonomian dengan
distorsi pasar tenaga kerja yang parah ( β ≥ 0,5 ). Dalam hal ini, deregulasi
pasar tenaga kerja mungkin menjadi instrumen yang paling efektif. Sebaliknya,
Tabel 4 menunjukkan bahwa liberalisasi pasar akan menjadi instrumen yang paling
efektif untuk menghasilkan lapangan kerja baru, diikuti oleh reformasi pajak
bisnis, dan kemudian regulasi pasar tenaga kerja - kecuali dalam kasus Eropa
Tengah (terdiri dari Perancis, Jerman,
Belgia, Belanda, Italia, Austria, Finlandia, Denmark, Swedia, Republik Ceko dan
Polandia) di mana reformasi pasar tenaga kerja akan lebih penting daripada
menurunkan pajak bisnis.
E.
KESIMPULAN
Dalam
teori ekonomi makro, ada perdebatan klasik masalah inflasi dan pengangguran
yang dikenal luas dengan Kurva Phillips (yang sebetulnya belum terbukti salah
dan benar secara umum di semua ekonomi/negara). Kurva
tersebut menggambarkan adanya hubungan negatif antara laju inflasi dengan
pengangguran: Laju inflasi tinggi, pengangguran rendah (dan output tinggi).
Akan tetapi kebalikannya juga justru dapat terjadi yakni kenaikan harga-harga
secara umum, yang dilihat dari laju inflasi akan menurunkan output (produksi
nasional) dan dengan sendirinya meningkatkan pengangguran. Hubungan inflasi,
output dan pengangguran (tiga hal yang sangat sentral dalam kebijakan
makroekonomi) sangat ditentukan oleh aggregat penawaran dan permintaan terhadap
barang-barang dan jasa-jasa. Apabila aggregat permintaan meningkat, permintaan
terhadap tenaga kerja akan meningkat (dengan sendirinya pengangguran berkurang)
dan produksi nasional juga meningkat (dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi meningkat).
Akan tetapi, sebaliknya kenaikan aggregat permintaan tersebut akan menaikkan
harga-harga (meningkatkan laju inflasi). Ini yang dinamakan hubungan negatif
inflasi dan pengangguran. Di tahun 50-an dan 60-an, hubungan negatif ini luas
ditemukan di negeri maju seperti Inggris dan Amerika.
Sifat keterkaitan di
antara inflasi harga dan tingkat pengangguran adalah pada waktu pengangguran
tinggi, kenaikan harga-harga relative lambat, akan tetapi semakin rendah
pengangguran, semakin tinggi tingkat inflasi yang berlaku. Dari kurva phillips
dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin
cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi harapan inflasi akan
semakin cepat pula kenaikan tingkat upah.
Di Eropa tengah, kontras dengan perbandingan kesejahteraan, reformasi yang
efektif untuk penciptaan lapangan kerja akan terletak di deregulasi pasar
tenaga kerja; maka pajak bisnis dikurangi; dan kemudian liberalisasi pasar.
Hal-hal utama
dalam jurnal telah menunjukkan bagaimana reformasi pajak dapat berkontribusi
pada proses reformasi; bagaimana komposisi harga mark-up menentukan jangka
panjang efek dari reformasi struktural; dan bagaimana efektivitas instrumen
reformasi yang berbeda bervariasi tergantung pada tujuan akhirnya, apakah kesejahteraan
atau penciptaan pekerjaan.